FNB Nilai PP Tentang Penangkapan Ikan Terukur Perlu Di Kaji Ulang

FNB Nilai PP Tentang Penangkapan Ikan Terukur Perlu Di Kaji Ulang

DISKUSI: Front Nelayan Bersatu (FNB) menggelar diskusi terkait Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2023 tentang penangkapan ikan terukur di aula KPL Mina Sumitra Indramayu, Senin (20/3).-Anang Syahroni-Radar indramayu

INDRAMAYU, RADARINDRAMAYU.ID - Terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2023 tentang penangkapan ikan terukur, terdapat tiga poin didalam yang tidak berpihak kepada para nelayan khususnya nelayanan di wilayah Pantura yaitu tentang Anak Buah Kapal (ABK), Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP), dan kapal bongkar tangkapan di WPP setempat, Front Nelayan Bersatu (FNB) menggelar diskusi guna membahas Peraturan Pemerintah (PP) tersebut, Senin (20/3).

Bertempat di aula KPL Mina Sumitra Indramayu, turut dihadiri perwakilan DPRD Indramayu, perwakilan DKP Indramayu, UPTD Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Barat, PSDKP Cirebon, Satpolairud Polres Indramayu, TNI AL Indramayu, UPP Syahbandar Indramayu, HNSI Indramayu  KUD se Indramayu, seluruh Juragan dan Nahkoda se Indramayu, HNSI Tegal, HNSI Jawa Tengah, Paguyuban Juana, dan PPN Kejawanan. 

Koordinator Umum Front Nelayan Bersatu (FNB) sekaligus ketua umum Nelayan Pantura (GNP), Kajidin mengatakan terbitnya PP Nomor 11 Tahun 2023, ada tiga hal yang menjadi perhatian Gerakan Nelayan Pantura (GNP) yang perlu dibahas oleh para nelayan khususnya di Kabupaten Indramayu, dimana tiga poin yang ada dalam peraturan pemerintah tersebut dapat merugikan para nelayan. Sehingga perlu dilakukan diskusi oleh para nelayan, untuk mencari jalan keluar, agar aturan tersebut dapat dievaluasi kembalu oleh pemerintah. 

"Pertama itu terkait anak buah kapal (ABK) di aturan dijelaskan untuk kapal yang bekerja di WPP tertentu ABK nya harus dari WPP setempat. Misalkan WPP nya di papua ya ABK nya harus dari Papua, Nahkoda akan kesulitan mencari ABK, dan jika ada akan sulit dalam berkoordinasi," ujarnya.

BACA JUGA:Sakit Diabetes Kronis, Seorang Pemuda Ditemukan Meninggal Disamping Rumahnya

BACA JUGA:Tak Jadi Turun, Ramadhan Harga Beras Diprediksi Naik

Kedua terkait satu Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) tidak bisa ke WPP lainnya, sehingga kapal-kapal nelayan hanya dapat beroperasi di satu WPP, hal itu akan berdampak pada banyaknya kapal nelayan yang tidak bisa menjalankan aktifitasnya disaat kondisi cuaca buruk, atau sedang terjadi gelombang besar.

"Kapal dari Karangsong yang biasa melakukan penangkapan di WPP Laut Jawa tidak bisa melakukan penangkapan menyebrang ke Natuna, karena hanya bisa satu WPP saja, maka kita minta ke pemerintah dua WPP, karena saat diwilayah laut jawa cuaca sedang buruk nelayan bisa ke Natuna," terangnya. 

Kemudian ketiga terkait kapal yang bekerja di WPP tertentu, kapal itu harus membongkar hasil tangkapan (ikan) di WPP setempat. Misalnya jika ada kapal dari Karangsong bekerja di wilayah Papua, maka kapal tersebut akan bongkar muatan di papua. 

Hal itu, sambung Kajidin akan menjadi permasalahan bagi nelayan jika infrastruktur di tempat tersebut kurang memadai, termasuk harga ikan yang belum menjamin sesuai dengan harga ketika bongkar di Karangsong. 

BACA JUGA:Nasabah BNI Cabang Indramayu Raih Hadiah Motor Program Undian Rejeki BNI

BACA JUGA:Borong Sembako Antisipasi Kenaikan Harga, Warga Stok untuk Puasa

"Harapan nelayan kembali pada aturan yang lama, yang sudah berjalan, hasil diskusi ini kita sampaikan persoalan ini, urutannya ini, solusinya ini ke pemerintah, kita akan audiensi ke Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) terkait PP Nomor 11 Tahun 2023," tukasnya. 

Sementara itu, Sekjen Front Nelayan Bersama (FNB) sekaligus Sekjen Gerakan Nelayan Pantura H Robani mengatakan terdapatnya beberapa kebijakan dalam PP Nomor 11 Tahun 2023 tentang penangkapan ikan terukur, yang menjadi sorotan ada tiga poin penting yang dinilai kurang berpihak terhadap para nelayan, apabila hal itu tetap diberlakukan akan sangat merugikan para nelayan. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: