Krisis Garam, Kesulitan Jemur, Home Industri Pengolahan Ikan Terancam Gulung Tikar

Krisis Garam, Kesulitan Jemur, Home Industri Pengolahan Ikan Terancam Gulung Tikar

TERDAMPAK: Harga garam melonjak ditambah cuaca yang kurang bersahabat membikin home industri pengolahan ikan di wilayah Eretan Kecamatan Kandanghaur terancam gulung tikar.--

Radarindramayu.id, KANDANGHAUR-Langka dan mahalnya harga garam krosok berefek terhadap home industri pengolahan ikan. Puluhan perajin ikan asin maupun ikan dendeng di wilayah pesisir pantura Eretan Kecamatan Kandanghaur terancam gulung tikar.

Selain harga garam yang melonjak, faktor cuaca yang seringnya tidak bersahabat turut menjadi biang penyebabnya.

Hal itu dibenarkan Kuwu Desa Eretan Wetan, H Edi Suhaedi. Dia menyebut, terdapat sekitar 20 home industri pengolahan ikan yang diperkirakan tak lama lagi bakal setop produksi. Akibat bulan-bulanan dihajar melangitnya harga garam. Yang saat ini sampai tembus Rp4000 per kilogram.

“Harga garam naik, ditambah ikannya lama kering. Sulit jemur. Biaya produksi sama upah pekerja jadi membengkak. Lambat laun, kalau terus-terusan begini usaha mereka bakalan terpuruk lalu gulung tikar,” katanya kepada Radar Indramayu, (15/11).

BACA JUGA:Loker Alfamart ( PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk) Dibuka , Simak Persyaratannya

Dia mengetahui betul kondisi yang dialami para pelaku home industri pengolahan ikan di desanya.
Sebab, sebelum menjadi Kuwu Eretan Wetan selama hampir 3 periode, keluarganya menjadikan usaha pengolahan ikan sebagai mata pencaharian utama. “Sampai sekarang juga masih, tapi dikelola istri sama anak-anak,” ucapnya.

Sejatinya, ungkap Kuwu Edi Suhedi, jauh-jauh hari para pelaku industri pengolahan ikan sudah mengantisipasi akan terjadinya krisis garam. Yakni dengan menyetok garam krosok dalam jumlah banyak. Ketika harga garam lagi murah-murahnya. Sekitar Rp1000-1500/kg.

Namun, stok garam itu tak bisa tersimpan lama. Cepat sekali menyusut. Bahkan ada yang lenyap gegara tersapu banjir rob atau pasang air laut sejak beberapa bulan terakhir dan masih terus berlangsung hingga saat ini.

“Yang di dalam gudang menyusut terendam air, garam yang disimpan di luar hanyut kena banjir rob. Habis. Mau beli lagi harganya sudah kelewat mahal. Gak kuat modal. Ya sudah, ngabisin garam yang masih tersisa saja, setelah itu stop produksi,” terangnya.

BACA JUGA:2023, Bupati Nina Ingin Zero Stunting, Dorong Aktifkan Pusat Pangan dan Posyandu

Hal yang sama juga dialami Wandi, perajin ikan asin. Bahkan sejak beberapa minggu lalu, ia terpaksa merumahkan para pekerjanya hingga pasokan garam dan cuaca kembali normal. “Setop produksi ya otomatis pekerja di istirahatkan dulu,” ujarnya.

Ia pun juga tidak dapat memastikan kapan para pegawainya akan kembali bekerja. Pasalnya ketersediaan kembali bahan baku garam juga tidak dapat dipastikan.

Selama ini, ia mendatangkan bahan baku garam dari para petani garam di Cilet dan Santing Kecamatan Losarang. “Ya sampai cuacanya memungkinan dan harga garam murah lagi. Kalau dipaksa pakai garam kemasan, wah ya ampun. Gak kuat belinya. Harganya lebih mahal dari garam krosok,” tandasnya.

BACA JUGA:Peduli UMKM, BRI Kanca Jatibarang Salurkan Mobil Display UMKM

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: