Dinilai Kebanyakan Gimik, Fraksi PDIP Soroti Substansi RPJMD dan 100 Hari Pemerintahan Lucky-Syaefudin

Dinilai Kebanyakan Gimik, Fraksi PDIP Soroti Substansi RPJMD dan 100 Hari Pemerintahan Lucky-Syaefudin

H Edi Fauzi, ketua Fraksi PDIP pada DPRD Kabupaten Indramayu. --radarindramayu.id

RADARINDRAMAYU.ID — Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) DPRD Kabupaten Indramayu menyampaikan sejumlah kritik tajam terhadap draft Rancangan Peraturan Daerah (Raperda), tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025–2029 yang diajukan oleh Bupati Indramayu, Lucky Hakim, dalam sidang paripurna Senin lalu.

Ketua Fraksi PDIP, H Edi Fauzi, menegaskan bahwa penyusunan RPJMD tidak boleh lepas dari kerangka Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), baik di level daerah, provinsi, maupun nasional. 

Menurutnya, dokumen perencanaan tersebut harus menjadi peta jalan pembangunan yang berbasis pada potensi lokal, serta mampu menjawab tantangan aktual yang dihadapi masyarakat.

“Dalam merancang RPJMD, perlu dilihat keseimbangan antara sektor. Misalnya, dorongan terhadap pertumbuhan industri dan investasi bisa saja beririsan atau bahkan bertabrakan dengan upaya penguatan ekonomi mikro, maupun ketahanan pangan dan program lingkungan berkelanjutan,” jelas Edi kepada radarindramayu.id, Rabu, 4 Juni 2025. 

BACA JUGA:Cari Pinjaman Usaha 30 Juta Tanpa Agunan? KUR BCA Tanpa Jaminan Kini Hadir Menjadi Solusi Bagi UMKM

Lebih lanjut, Edi mengingatkan bahwa RPJMD tidak boleh dijadikan alat politik sempit atau sarana memenuhi agenda kelompok tertentu. 

Ia menegaskan bahwa dokumen strategis ini seharusnya menjunjung prinsip partisipasi, keberlanjutan, dan berorientasi pada masa depan.

“RPJMD sepatutnya menjadi instrumen pembangunan inklusif, bukan hanya berfokus pada proyek jangka pendek, melainkan menjawab kebutuhan masyarakat secara menyeluruh, terutama kelompok rentan,” ujarnya.

Fraksi PDIP Indramayu juga menyoroti kinerja awal pemerintahan Bupati Lucky Hakim dan Wakil Bupati Syaefudin yang dinilai belum menunjukkan langkah konkret. 

BACA JUGA:Sinergi BRI dengan UMKM Lokal, Batik Parang Kaliurang Jadi Unggulan

Edi menilai bahwa periode 100 hari kerja seharusnya menjadi ajang pembuktian arah kebijakan yang berpihak kepada rakyat.

“Namun sayangnya, yang justru mencuat ke publik adalah perjalanan Bupati yang viral di media sosial dan berujung teguran dari Kementerian Dalam Negeri. Hal ini menyita perhatian, tapi tidak mencerminkan fokus pada kerja nyata,” ujar Edi.

Ia juga menyinggung gejolak di masyarakat, termasuk aksi mahasiswa yang menuntut transparansi dan realisasi janji kampanye, terutama terkait penggunaan dana desa dan program 100 hari kerja.

“Gelombang unjuk rasa ini menjadi sinyal bahwa masyarakat belum merasakan dampak nyata dari kebijakan yang dijanjikan saat kampanye,” imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: