Uji Coba Saparit, Siasat Petani Korban Serangan Hama Tikus Tetap Bisa Panen Padi

Uji Coba Saparit, Siasat Petani Korban Serangan Hama Tikus Tetap Bisa Panen Padi

UJI COBA SAPARIT – Petani di Desa Karangmulya, Kecamatan Kandanghaur lagi uji coba metode Saparit. Memanfaatkan sisa tanaman padi yang rusak akibat serangan hama tikus.-KHOLIL IBRAHIM-RADAR INDRAMAYU

KANDANGHAUR, RADARINDRAMAYU.ID – Serangan hama tikus membikin para petani di wilayah pantura Kecamatan Kandanghaur nelangsa. Tanaman padi mereka rusak lantaran digerogoti si monyong. Petani merugi, terancam gagal panen.

Tapi ada beberapa petani yang tak mau menyerah. Mereka bersiasat, agar tanaman padi yang sudah rusak bisa kembali produktif. Menggunakan metode baru, diberi nama Saparit atau Sisaan Dipakan Berit.

Adalah Waryono, petani di Desa Karangmulya yang melakukan uji coba Saparit dilahan sawah seluas 3 hektare miliknya. “Baru uji coba, sebelumnya belum pernah dipraktekan,” katanya kepada Radar, kemarin.

Ide metode Saparit ini, ungkap dia muncul setelah melihat tanaman padi miliknya dan juga petani lainnya nyaris gagal panen gegara diterjang hama tikus.

BACA JUGA:MANTAP! Pemkab Indramayu Siap Tampilkan Batik Tulis Complongan di Ajang GBN

BACA JUGA:Pertamina Pastikan Stok LPG di Wilayah Cirebon dan Sekitarnya Aman. Masyarakat Tak Perlu Panik

Lantaran kesal, tanaman padi yang sudah berumur 60 hari setelah tanam itu itu kemudian ditebas. Batang serta sisa daunnya digunakan untuk pakan ternak. Sedangkan akar dari tanaman padi itu tidak ikut tercabut.

Namun beberapa waktu kemudian, dari tanaman padi yang telah dipangkas itu tumbuh tunas-tunas baru. “Dari situ muncul ide untuk mencoba metode Saparit,” ungkapnya.

Metode Saparit ini, lanjut Waryono, hampir sama dengan Salibu atau Salin Ibu. Yakni sistem tanam berkelanjutan yang memanfaatkan sisa tanaman (rumpun) padi.

Bedanya, pada Salibu, sisa tanaman padi yang dimanfaatkan adalah bekas dipanen. Sementara pada metode Saparit, yakni memodifikasi sisa tanaman padi bekas diserang tikus.

BACA JUGA:Event Pembuka Maxi Yamaha Day 2023, Ratusan Biker Camping di Gunung Picung Bogor

BACA JUGA:Inilah Sosok Pemain Baru Persib Levy Clement Madinda

“Tanaman padi yang sudah usia 60 hari setelah tanam ini, kita pangkas lagi dengan ketinggian sama rata. Lalu dilakukan pengairan, pemupukan, penyemprotan dan sebagainya. Harapannya akan tumbuh anakan baru sebagai bibit pengganti benih,” terangnya.

Dibanding tanam ulang, dengan metode Saparit ini biaya produksi lebih rendah karena tanpa biaya pengolahan tanah, tanpa biaya penyemaian dan biaya penanaman. Tenaga kerja yang dibutuhkan juga jauh lebih sedikit.

Walau diakuinya, jika berhasil, hasil panen yang akan didapat pada metode Saparit ini pastinya lebih sedikit. Karena jumlah batang padi yang tumbuh tidak lebih banyak dibanding tanam normal. “Produksi kita belum bisa memperkirakan, tapi pastinya dibawah normal,” ujarnya.

Waryono yang juga ketua KTNA Kecamatan Kandanghaur ini meminta  pemerintah bisa memberi bantuan kepada petani yang sawahnya dirusak oleh tikus. Di antaranya, berupa bantuan pupuk, modal, ataupun alat pertanian. “Kami juga minta ada jaminan pasokan air supaya metode Saparit ini bisa berhasil,” harapnya. (kho)

BACA JUGA:Gabungkan Nuansa Indonesia - Jepang, Ini Tampilan Fazzio Hybrid Connected di Sakura Matsuri 2023

BACA JUGA:Hasil Rembuk Stunting, Deklarasikan Komitmen Intervensi Penurunan StuntingI

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: