Penghapusan Honorer 2023 Dibatalkan. Kemungkinan Diundur Tahun 2026

Penghapusan Honorer 2023 Dibatalkan. Kemungkinan Diundur Tahun 2026

Tenaga honorer Indramayu saat mengadu ke DPRD beberapa waktu lalu-utoyo prie achdi-

Radarindramayu.id, JAKARTA – Rencana pemerintah menerapkan kebijakan penghapusan honorer mulai 28 November 2023 dibatalkan. Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN), Bima Haria Wibisana menyebutkan, butuh waktu 3-4 tahun untuk menuntaskan masalah hononer.

"Sangat tidak mungkin menuntaskan masalah honorer pada November 2023, waktunya sangat mepet," ujar Bima Haria di Jakarta, Rabu, 28 September 2022, sebagaimana dilansir jpnn.com.

Bima mengatakan,  pemerintah mengalami kesulitan untuk menyelesaikan masalah honorer sampai November 2023. Jadi iidak ada pilihan lain, tenggat waktu penghapusan honorer harus diperpanjang.

Bima menyebut butuh waktu-2-4 tahun ke depan, yang artinya penghapusan honorer berpeluang baru diterapkan pada 2026.

Seperti diketahui, penghapusan honorer merupakan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK yang mewajibkan status kepegawaian di lingkungan Instansi Pemerintah terdiri dari dua jenis kepegawaian, yaitu PNS dan PPPK terhitung mulai 28 November 2023.

BACA JUGA:Apes 2 Orang Pria Ini, Pulang Kerja Malah Judi Akhirnya Ditangkap Polisi

Maka tidak ada pilihan lain, BKN mengusulkan melakukan revisi atau penyesuaian PP Manajemen PPPK, terkait batasan waktu 28 November 2023.

Revisi Penghapusan Honorer terkait Pendataan Non-ASN Tindak lanjut PP 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK yang hanya mengenal dua jenis ASN yaitu PNS dan PPPK terhitung mulai 28 November 2023, dilakukan pendataan non-ASN.

Pendataan non-ASN di instansi pemerintah pusat dan pemda yang dilakukan oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN) masih berproses. Pendataan non-ASN ini dilakukan setelah terbit Surat Edaran Pelaksana Tugas (Plt) MenPAN-RB Mahfud MD bernomor B/ISII IM SM.01.OO/2022 tertanggal 22 Juli 2022.

Pendataan non-ASN atau honorer ini bukan dalam rangka pengangkatan mereka menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja atau PPPK. Namun, dalam rangka pemetaan tenaga honorer.

Mahfud MD dalam SE tersebut meminta agar penyampaian data honorer harus disertai dengan Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) yang ditandatangani Pejabat Pembina Kepegawaian atau PPK.

BACA JUGA:Peringatan Hari Perhubungan Nasional, Bupati Minta Benahi Masalah Perparkiran

Diketahui, syarat pendataan tenaga non-ASN berdasar Surat Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) nomor B/1511/M.SM.01.00/2022, yakni, pertama, masih aktif bekerja di instansi pendaftar non-ASN. Kedua, mendapatkan honorarium dengan mekanisme pembayaran langsung yang berasal dari APBN untuk instansi pusat, dan APDB untuk instansi daerah. Dan bukan melalui mekanisme pengadaan barang dan jasa, baik individu maupun pihak ketiga.

Ketiga, diangkat paling rendah oleh pimpinan unit kerja. Telah bekerja paling singkat 1 tahun pada tanggal 31 Desember 2021. Keempat, berusia paling rendah 20 tahun dan paling tinggi 56 tahun pada 31 Desember 2021.

Ternyata masih banyak masalah terkait pendataan honorer. Antara lain honorer tidak bisa masuk dalam pendataan non-ASN disebabkan terganjal dokumen yang belum lengkap.

Pelaksana tugas (Plt) Kepala BKN Bima Haria Wibisana bahkan blak-blakan mengungkap adanya kejanggalan, yakni hingga 19 September 2022, baru 74.832 orang honorer K2 yang datanya masuk ke aplikasi pendataan non-ASN BKN.

Padahal, terdapat 366.220 honorer K2 yang tersisa (masuk database BKN). Hal ini mengejutkan Bima Haria. Artinya, masih ada selisih 291.388 honorer K2 belum masuk pendataan non-ASN.

"Ini sangat janggal. Honorer K2 yang seharusnya masuk 366.220, tetapi yang tercatat baru 74 ribuan. Sementara, tenaga non-ASN (bukan K2) angkanya 963.699," kata Bima Haria di Jakarta,

 Jika pada tahap pendataan non-ASN saja sudah muncul kejanggalan, bagaimana bisa dilakukan penghapusan honorer? Data mengenai siapa saja honorer yang berpeluang menjadi ASN saja belum beres.

Belum lagi sikap sejumlah kepala daerah yang teriak keberatan soal kebijakan penghapusan honorer, lantaran faktanya tenaga mereka masih sangat dibutuhkan. Sedangkan untuk mengangkat honorer menjadi PPPK, pemda tidak kuat menanggung gaji mereka.

Pasalnya, hanya sebagian saja anggaran gaji PPPK yang ditanggung pemerintah pusat. Ketum Forum Guru Honorer Negeri Lulus Passing Grade Seluruh Indonesia (FGHNLPSI) Heti Kustrianingsih kepada JPNN.com, Kamis (29/9) mengatakan, sejumlah daerah sudah menyampaikan bahwa gaji PPPK yang ditanggung pusat hanya sekitar Rp 1,9 juta.

Sementara, jika ditotal gaji dan tunjangan guru PPPK itu sekitar Rp 5 juta. Problem keuangan pemda itu juga menjadi alasan sejumlah daerah hanya mengusulkan sedikit saja formasi PPPK 2022.

Bahkan, ada daerah yang tidak mengusulkan formasi PPPK 2022 lantaran duit cekak. Sudah pasti hal ini juga menjadi penyebab kebijakan penghapusan honorer tidak bisa diterapkan pada November 2023.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: