Migrant CARE Bersuara: Nasib Buruh dan Pekerja Migran Makin Kelam di Tengah Gelapnya Indonesia!

Wahyu Susilo, Direktur Migrant CARE. --radarindramayu.id
JAKARTA, RADARINDRAMAYU.ID – Peringatan Hari Buruh Sedunia tahun ini berlangsung di tengah situasi yang dinilai semakin memburuk oleh Migrant CARE.
Dalam pernyataannya, lembaga advokasi pekerja migran tersebut menyoroti kondisi ketenagakerjaan Indonesia yang disebut berada dalam "Indonesia gelap."
Hal itu lantaran akibat berbagai kebijakan yang dinilai gagal menyejahterakan kaum buruh.
Direktur Eksekutif Migrant CARE, Wahyu Susilo, menyebut janji-janji kampanye 2024, seperti penciptaan jutaan lapangan kerja melalui Omnibus Law Cipta Kerja dan pemanfaatan bonus demografi, hanya menjadi ilusi.
Justru yang terjadi adalah badai pemutusan hubungan kerja (PHK) di berbagai sektor industri, yang diperburuk oleh efek domino dari kebijakan proteksionis Presiden AS Donald Trump, yang memicu perang dagang global.
BACA JUGA:Bukan Aplikasi Penghasil Uang! Ini Cara Resmi Dapat Saldo Gratis Ratusan Ribu Rupiah dari APK DANA
Selain itu, kebijakan populis seperti program Makan Bergizi Gratis dinilai menyebabkan efisiensi anggaran, yang berdampak pada lesunya aktivitas ekonomi nasional.
Hal ini turut berimbas pada sektor ketenagakerjaan yang semakin terpuruk, sementara beban utang negara kian menggunung.
"Pada triwulan pertama 2025, utang luar negeri yang ditarik telah mencapai Rp 250 triliun," ujar Wahyu, dalam sebuah keterangan yang diterima radarindramayu.id melalui WhatsApp, Kamis (1/5/2025).
Kondisi tersebut, lanjutnya, menciptakan ketidakpastian yang melahirkan gerakan masyarakat muda bertagar #kaburajadulu, sebagai bentuk keputusasaan atas masa depan Indonesia.
BACA JUGA:Cocok Untuk Ekspansi Bisnis, Tabel KUR BRI Pinjaman 200 Juta! Angsuran Berapa? Cek Skemanya
Di tengah situasi ini, ruang kebebasan sipil juga semakin tergerus. Aksi protes terhadap revisi UU TNI, misalnya, dibalas dengan represi dan intimidasi.
Proses legislasi pun disebut tidak lagi mencerminkan prinsip demokrasi, melainkan tunduk pada kepentingan oligarki dan eksekutif.
Kondisi serupa juga dialami oleh para pekerja migran Indonesia. Migrant CARE menyoroti bagaimana efisiensi anggaran turut memangkas dana untuk advokasi dan pemberdayaan komunitas migran.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: