Pengguna Paylater Semakin Meningkat! Apakah Gaya Hidup atau Kebutuhan yang Mendesak?

BACA JUGA:Siap Sambut Mudik Lebaran! Astra Toll Cipali Mulai Program Peningkatan Kualitas Jalan Dan Fasilitas Jalan Tol

Adapun distribusi penggunaan paylater berdasarkan tujuan meliputi belanja langsung di toko (4%), tiket perjalanan (21,1%), e-commerce (33%), dan kebutuhan lainnya sebesar 41,9%.

Fenomena ini menimbulkan pertanyaan, apakah paylater kini telah menjadi bagian dari gaya hidup konsumtif?

Banyak pihak mulai khawatir bahwa penggunaan layanan ini secara berlebihan tanpa perhitungan matang dapat menjerumuskan pengguna ke dalam jebakan utang (debt trap). Hal ini terutama mengancam individu yang kurang memiliki pemahaman finansial yang baik.

Untuk menanggulangi potensi risiko ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah merancang regulasi yang lebih ketat dalam pemberian fasilitas paylater.

BACA JUGA:Gelombang Tinggi dan Cuaca Ekstrem, Para Nelayan Diimbau Tidak Melaut

Beberapa skema yang sedang dikaji antara lain menetapkan usia minimum debitur 18 tahun atau sudah menikah, serta menetapkan batas minimum pendapatan sebesar Rp3 juta per bulan agar pengguna memiliki kemampuan finansial yang lebih stabil.

Pertumbuhan pesat layanan paylater di Indonesia menunjukkan adanya perubahan pola konsumsi masyarakat yang semakin terbiasa dengan konsep kredit instan.

Meski memberikan kemudahan, lonjakan pengguna paylater terutama di kalangan anak muda memunculkan kekhawatiran akan meningkatnya perilaku konsumtif dan potensi jebakan utang.

Dengan adanya regulasi yang lebih ketat dari OJK, diharapkan layanan ini dapat dimanfaatkan secara lebih bijak tanpa mengorbankan stabilitas finansial penggunanya.

BACA JUGA:Diawasi oleh OJK, Begini Cara Pinjam Uang di Aplikasi DANA Hingga 10 Juta Rupiah

Pada akhirnya, keputusan untuk menggunakan paylater tetap berada di tangan individu, dengan tanggung jawab untuk mengelola keuangan secara bijak.

Sumber: