Pendidikan pada Masa Covid-19

Pendidikan pada Masa Covid-19

Taufik Zaenal Mustofa, MSi* Bukan yang terkuat ataupun terpintar yang dapat bertahan hidup, tetapi yang pintar beradaptasi dengan perubahan. (Charles Darwin) TAHUN ajaran baru menjelang. Tapi, pandemi Covid-19 belum ada tanda-tanda untuk melangkah pergi. Masih terbayang semua akses pendidikan formal di negeri ini ditutup secara serentak. Pengajaran online berjalan dalam skala yang belum terukur dan teruji. Sekolah-sekolah desa nampak bingung karena infrastruktur informasi teknologi mereka terbatas. Belum lagi terganggunya psikologis anak-anak didik yang terbiasa bertatap muka dalam kelas. Bagaimana kemudian dampak jangka panjang dari situasi tersebut menghantui tahun ajaran baru ini dan bagaimana para pemangku kebijakan dan para pendidik bisa meminimalisir tantangan-tantangan yang muncul dan apa solusinya? Dampak Covid-19, khususnya dalam pendidikan dapat dibagi menjadi dua. Dampak jangka pendek dan dampak jangka panjang. Dampak jangka pendek dapat kita lihat dari semua yang terjadi di dunia pendidikan kita saat ini. Mulai silang sengkarut pembelajaran daring sampai sistem penilaian daring yang masih terkesan trial and error. Semua bermuara pada apa yang dinamakan dengan sistem pembelajaran daring. Sebuah pembelajaran yang sangat mengandalkan teknologi. Pembelajaran daring akhir-akhir ini menjadi tren di hampir semua sekolah, dari tingkat SD sampai universitas. Sebuah sistem yang menuntut bukan hanya penguasaan teknologi oleh guru dan siswa tetapi juga menuntut suatu hal yang lebih besar, yaitu penyediaan anggaran yang cukup untuk ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai. Belum lagi ancaman akses internet terbatas di desa-desa terpencil. Semua hal tersebut akan membawa pada sebuah dampak jangka panjang Covid-19 bagi pendidikan Indonesia: ketidakadilan dan ketidaksetaraan antar kelompok masyarakat dan antardaerah. Lalu, apa yang harus dilakukan. Pembelajaran Daring Poornima Luthra dan Sandy Mackenzie dalam opininya yang berjudul 4 Ways Covid-19 Education Future Generations menyebut ada empat cara pandemi Covid-19 mengubah cara kita mendidik generasi masa depan. Pertama, proses pendidikan di seluruh dunia semakin saling terhubung. Keterhubungan adalah anak kandung Covid-19. Di sana ada pertukaran informasi dan ilmu. Suatu hal yang menunjang untuk kemajuan pendidikan suatu bangsa. Para pemangku kebijakan dan pendidik bisa bertukar pengalaman dan informasi. Bertukar inovasi dan hambatan dengan berbagai pihak tanpa sekat besar yang dinamakan jarak. Tidak perlu bertatap muka, cukup hanya dengan akses internet memadai dan lebihnya kuota. Kedua, redefinisi peran pendidik. Definisi pendidik yang hanya bisa mengajar secara konvensional (tatap muka) harus diubah. Transformasi dari tatap muka ke pembelajaran jarak jauh yang sangat mengandalkan teknologi menjadi peran baru bagi para pendidik. Peran ini memang menuntut bukan hanya kemampuan pendidik dalam mendesain kelas dan metode yang pas, tetapi yang paling penting adalah ketersediaan sarana dan prasarana pendukung. Ini tidak mudah tetapi juga tidak mustahil untuk dilaksanakan. Sekarang, kita dapat dengan mudah menjumpai pelatihan-pelatihan online tentang pembelajaran jarak jauh. Ikuti, jangan malu. Usia bukan lagi hambatan, kelas boleh berhenti tetapi pembelajaran harus jalan terus. Ketersediaan sarana dan prasarana pun semakin dapat teratasi dengan hadirnya TVRI dengan program edukasi dan bolehnya pengalokasian dana BOS untuk mendukung pelaksanaan pembelajaran daring. Di Indonesia sendiri pembelajaran daring atau Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) diatur melalui Surat Edaran Kemdikbud no.4 tahun 2020. Surat edaran tersebut mengatur Pelaksanaan Pendidikan Dalam Masa Darurat Coronavirus Disease (Covid-19). Ada tiga poin utama yang terkait dengan pembelajaran daring dalam edaran tersebut; pembelajaran daring ditujukan untuk memberikan pengalaman belajar yang bermakna, fokusnya adalah pendidikan kecakapan hidup, dan aktivitas dan tugas pembelajaran dapat bervariasi antarsiswa, sesuai minat dan kondisi masing-masing, termasuk mempertimbangkan kesenjangan akses/fasilitas belajar di rumah. Dalam edaran tersebut bisa dilihat bahwa materi tidak dibatasi oleh ketuntasan capaian kurikulum untuk kenaikan kelas atau kelulusan, hanya berkisar pada pengalaman belajar yang bermakna dan pendidikan kecakapan hidup. Ketiga, menurut Luthra dan Mackenzie, perubahan yang diakibatkan oleh Covid-19 pada cara mendidik generasi yang akan datang adalah pengajaran yang menitikberatkan akan pentingnya keterampilan hidup di masa yang akan datang. Di masa yang akan datang, pada lingkungan global yang terus berubah, anak didik kita membutuhkan ketahanan dan kemampuan beradaptasi. Kemampuan beradaptasi dengan semakin cepatnya laju teknologi. Kemampuan beradaptasi yang hanya bisa didapatkan ketika mereka memilki kemampuan berkomunikasi lintas garis demografi perbedaan, baik suku, agama, maupun negara. Kemampuan kolaborasi dengan siapapun. Bekerja kolektif melalui kerja sama tim yang efektif dan efisien. Kemampuan untuk memiliki empati dan kecerdasan emosional. Sebuah kemampuan untuk dapat memberi warna dalam kegelapan akibat kemiskinan dan ketidakadilan.  Mampukah kita menyediakan itu semua? Keempat, membuka lebar-lebar peran teknologi untuk menunjang pendidikan. Teknologi masih terasa asing di telinga pendidik Indonesia, khususnya di desa-desa, tetapi Covid-19 memperkenalkannya secara paksa. Tidak terhitung institusi-institusi pendidikan, mulai dari TK sampai universitas yang dipaksa untuk memanfaatkan berbagai alat teknologi untuk menciptakan suasana pembelajaran jarak jauh terbaik untuk anak didiknya. Ini hal baru dan baik bagi para pendidik. Di roda perkembangan zaman yang pesat akan kemajuan teknologi, pemanfaatannya untuk pendidikan memang harus segera dimulai dan dirayakan. Akhirnya, semua transformasi pendidikan yang diakibatkan oleh Covid-19 akan dapat terealisasi ke arah yang baik apabila ada kerjasama yang erat antara pemerintah (baik pusat maupun daerah), sekolah, guru, dan orang tua. Pemerintah pusat dan daerah harus menjamin ketersediaan koneksi internet yang lancar dan stabil. Mengontrol penggunaan BOS untuk benar-benar digunakan sebagai penunjang pelaksanaan pembelajaran daring, mulai dari alokasi untuk kuota kepada para pendidik dan peserta didik, pemberian kesempatan kepada para pendidik untuk mengikuti pelatihan-pelatihan pembelajaran daring, pembelian perangkat digital, dan peningkatan kapasitas digital. Selain itu, di sini peran orang tua menjadi penting. Penyediaan waktu adalah kunci. Orang tua harus pintar berbagi waktu antara pekerjaan dan pendampingan belajar anak. Pendidikan pada masa Covid-19 membuka berbagai kemungkinan yang tidak terbatas. Masalah-masalah kemudian muncul mewarnainya. Akan tetapi, dengan kerja sama dan dukungan berbagai pihak, masalah tersebut akan dengan mudah teratasi. Jangan berjalan sendiri karena pendidikan adalah sebuah perahu besar. Dan perahu itu harus didayung bersama. Dayungnya adalah kebijakan yang baik dari pemerintah, daya dukung teknologi, infrastruktur memadai dan dukungan orang tua serta masyarakat agar perahu besar itu bisa beradaptasi di lautan luas penuh gelombang. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: