Mengejutkan! Setelah Bekukan dan Melakukan Tindak Bullying Kepada Mees Hilgers, Rahasia Kotor Twente Terkuak!

Jumat 26-09-2025,22:29 WIB
Reporter : Hafshah Sheehan Auliya
Editor : Hafshah Sheehan Auliya

Menurutnya, menggunakan posisi dominan untuk menekan pemain yang bahkan sudah masuk ranah perundungan atau bullying dalam dunia profesional. 

Everard menekankan bahwa kebijakan mengasingkan pemain karena urusan kontrak seharusnya tidak boleh terjadi di sepak bola modern, apalagi sampai memengaruhi mental dan hak-hak dasar pekerja.

Ia mencontohkan kasus Ajax musim lalu yang mengasingkan pemain-pemain gagal pindah, dan menegaskan bahwa klub tidak boleh merusak iklim kerja sehat melalui praktik represif semacam ini.

Respons publik pun sangat tajam. Banyak penggemar dan pengamat sepak bola menyayangkan nasib Hilgers yang membuat masa depannya suram, tidak hanya di level klub namun juga di Timnas Indonesia. 

BACA JUGA:Persib Bandung Siap Tempur Hadapi Persita Tangerang di Bali Usai Pulihnya Marc Klok dan Guaychocea

Ketiadaan menit bermain membuat performa dan peluangnya di Timnas jadi pertaruhan, apalagi ia adalah satu dari sedikit pemain bertalenta Indonesia yang merumput di Eropa. 

Sementara itu, agen Hilgers dan tim hukum sedang menelaah kemungkinan aksi hukum, termasuk gugatan ke Pengadilan Arbitrase Olahraga (CAS) jika terus dipinggirkan tanpa alasan rasional.

FC Twente sendiri belum mengeluarkan pernyataan resmi, meski tekanan terus meningkat baik dari media maupun asosiasi pesepakbola dan perwakilan pemain. 

Klub hanya menegaskan posisi mereka tegas: kontrak baru atau tidak akan dimasukkan ke skuad sama sekali strategi klasik untuk menghindari kehilangan pemain secara gratis saat kontrak berakhir. 

BACA JUGA:Marselino Ferdinan: Dari Persebaya ke Eropa, Kini Jadi Target Klub Slovakia Yaitu AS Trencin!

Di saat yang bersamaan, pelatih lebih memilih menurunkan pemain muda lain bahkan di laga-laga penting, mempertegas posisi Hilgers sebagai persona non-grata dalam latihan dan pertandingan.

Kasus Mees Hilgers sejatinya bukan sekadar benturan ego antara pemain dan klub, melainkan pelajaran penting bagi dunia sepak bola tetapi juga tentang hak pekerja, resiko profesional, serta batasan etika klub yang semakin sering mengorbankan manusia di balik jersey. 

Surutnya peluang bermain, merosotnya motivasi, hingga tekanan mental harus disikapi dengan bijak, tidak hanya oleh pemain tapi juga oleh federasi, asosiasi, dan publik sepak bola. 

Belum jelas bagaimana akhir drama ini, namun satu pesan menguat yaitu sepak bola tetap harus menjunjung tinggi nilai keadilan, profesionalisme, dan rasa kemanusiaan.

Kategori :