Mengenang Kabinet 100 Menteri ala Bung Karno, Berlangsung Sangat Singkat, Hanya Sekitar 1 Bulan

Rabu 16-10-2024,17:38 WIB
Reporter : Iman Sudarman
Editor : Yuda Sanjaya

Seperti NU, PSII, IPKI, Perti, Partai Katolik, Parkindo, PNI-Asu, Partindo, dan Muhammadiyah pada 10 Maret 1966. 

Pertemuan itu tidak menghasilkan apa-apa. Justru mengundang kekecewaan lantaran tuntutan untuk pembubaran PKI tidak dipenuhi.

BACA JUGA:Usai Kalah Lawan China, Erick Thohir Ingin Gelar Evaluasi Untuk Shin Tae-yong, 'Gagal Sesuai Target'

Pada 11 Maret 1966, diadakan sidang Kabinet 100 Menteri. Sidang dipimpin oleh Presiden Sukarno. Tapi, lagi-lagi sidang itu juga tidak menyelesaikan secara tuntas G30S.

Persoalannya karena ada informasi  terkait keamanan presiden. Bung Karno pun terpaksa meninggalkan ruang sidang. Dan sidang itu menjadi sidang terakhir Kabinet 100 Menteri.

Bung Karno bergerak ke Istana Bogor. Justru di istana ini Presiden Sukarno mengeluarkan “Surat Perintah 11 Maret” atau Supersemar.

Surat sakti ini justru memberikan kebebasan bertindak kepada Soeharto untuk mengatasi situasi keamanan.

BACA JUGA:Bey Machmudin Tinjau Gerakan Pangan Murah di Balongan

Kemudian pada Maret 1967 digelar sidang MPRS. Dalam sidang itu, Sukarno dibebaskan dari semua kekuasaan dan Soeharto diangkat sebagai pejabat Presiden.

Sidang inilah yang menandai akhir Orde Lama dam awal Orde Baru di Indonesia.

Karena itu bisa disimpulkan, jika Kabinet 100 Menteri itu menjadi simbol upaya Sukarno untuk mempertahankan kekuasaannya di tengah krisis nasional. 

Meski usianya singkat, kabinet ini mencerminkan kompleksitas masa transisi politik Indonesia pasca peristiwa Gerakan 30 September 1965.

Kategori :