INDRAMAYU, RADARINDRAMAYU.ID – Wacana pemilihan umum (pemilu) kembali ke sistem proporsional tertutup kembali bergulir, setelah ada sekelompok orang yang mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) agar Pemilu 2024 kembali ke sistem proporsional tertutup.
Meski belum ada keputusan tentang gugatan tersebut diterima atau ditolak, namun pro kontra terus bermunculan menyikapi pemilu dengan sistem proporsional tertutup.
Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), H Dedi Wahidi menilai, kalau pemilu kembali sistem proporsional tertutup, berarti telah terjadi kemunduran demokrasi. Karena ini adalah sistem lama yang tidak sesuai dengan prinsip demokrasi.
“Dengan sistem proporsional tertutup, rakyat memilih wakil rakyat untuk duduk di lembaga legislatif hanya memilih partainya saja. Mereka seperti membeli kucing dalam karung,” kata Dedi Wahidi, Senin, 2 Januari 2023.
BACA JUGA:Jadwal Pelayanan SIM Keliling Sepekan. Hari Ini Ada di Pasar Patrol INDRAMAYU
BACA JUGA:Timnas Indonesia vs Filipina di Piala AFF 2022 Malam Ini. Pastikan Tiket ke Semifinal
Dikatakan, sistem proporsional tertutup memang dulu dipakai di Indonesia, dari jaman Orde Lama, Orde Baru, hingga awal Orde Reformasi.
Namun mulai tahun 2009 pemilu menggunakan sistem proporsional terbuka, dimana rakyat memilih langsung wakilnya untuk duduk di lembaga legislatif.
Dedi Wahidi menembahkan, demokrasi itu sendiri artinya kekuasaan di tangan rakyat. Jadi rakyat memilih langsung wakil mereka untuk duduk di legislatif. Rakyat mengetahui langsung para calon wakil rakyat yang akan mereka pilih.
Rakyat juga memilih langsung bupatinya, memilih langsung gubernurnya, dan memilih langsung presidennya. Demokrasi benar-benar berjalan, dan hasilnya nanti benar-benar merupakan pilihan rakyat.
BACA JUGA:Bantuan bagi Korban Banjir Berdatangan di Desa Eretan Kulon
“Kalau pada pemilu 2024 kembali d engan sistem proporsional tertutup, berarti kemunduran demokrasi , dong !” tegas Dewa, sapaan Dedi Wahidi.
Dewa menambahkan, kalau pemilu kembali ke sistem proporsional tertutup maka sama saja hak politik yang sudah diberikan kepada pemiliknya, yakni rakyat dirampas lagi. Rakyat tentu saja akan marah dan kecewa.
Rakyat kemungkinan besar akan menolak, dan bukan tak mungkin mereka akan apatis atau tidak menggunakan hak pilihnya dalam pemilu.
Dikatakan, kalau sampai MK mengabulkan permintaan judicial review dari sekelompok or ang y ang meminta agar pemilu 2024 kembali d engan sistem proporsiaonal tertutup, akan berimplikasi kepada bupati kembali dipilih oleh DPRD Kabupaten, walikota dipilih oleh DPRD Kota, gubernur dipilih oleh DPRD Propinsi, dan Presiden dipilih oleh MPR.
“Saya yakin Mahkamah Konstitusi t idak akan ceroboh memutuskan sesuatu y ang akan dinilai dunia bahwa demokrasi di Indonesia sangat buruk ,” pungkasnya.
BACA JUGA:Dampak Banjir Rob, Puluhan Warga Masih Ngungsi