Aktivis Perempuan Sambut Positif Revisi UU Perkawinan , Usia Menikah Minimal 19 Tahun

Aktivis Perempuan Sambut Positif Revisi UU Perkawinan , Usia Menikah Minimal 19 Tahun

INDRAMAYU-Revisi Undang-Undang Perkawinan yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendapat respons positif dari pemerintah daerah. Dengan adanya revisi tersebut diharapkan kekerasan dalam rumah tangga bisa dicegah sejak dini. Poin penting dalam revisi UU Perkawinan itu yakni mengubah angka minimum usia perkawinan bagi laki-laki maupun perempuan sama menjadi 19 tahun. Sebelumnya, batas minimum usia menikah untuk perempuan adalah 16 tahun dan 19 tahun untuk laki-laki. Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Indramayu, Dra Hj Lily Ulyati mengatakan, dirinya menyambut positif adanya revisi tersebut. Revisi usia pernikahan sudah menjadi poin yang diperjuangkan selama ini. “Saya sangat setuju ,” ujar Lily, Rabu (18/9). Usia minimum menikah bagi perempuan dinilai terlalu muda. Pada usia tersebut anak harus menghabiskan masa-masa remajanya dengan baik bukan malah memikirkan rumah tangga. “Belum waktunya karena kan mereka ingin bermain terlebih dahulu. Semua ada waktunya,” ucapnya. Tak jarang mental yang tidak siap membuat rumah tangga harus berakhir dengan perceraian. Usia 19 tahun dinilai cukup bagi seseorang untuk membangun rumah tangga. Kendati sudah direvisi, Lily mengaku, pemerintah daerah belum mendapatkan surat tembusan dari pemerintah pusat. Dia pun akan segera mensosialisasikan revisi tersebut ke tengah masyarakat dengan harapan para orang tua tidak akan lagi menikahkan anaknya yang berusia di bawah 19 tahun. Senada dengan Lily, Sekretaris Koalisi Perempuan Indonesia Wilayah Jawa Barat Darwinih juga mendukung adanya revisi tersebut. “Berarti negara telah hadir untuk memenuhi kewajibannya melindungi hak-hak anak Indonesia, hak tumbuh berkembang, belajar dan berkreasi sesuai harapan dan cita-citanya,” katanya. Menurut Darwinih, revisi itu merupakan buah perjuangan dari semua pihak termasuk aktivis perempuan dari Kabupaten Indramayu. “Terima kasih untuk semua perjuangannya kawan-kawan yang selalu konsisten mendorong pemerintah,” ucapnya. Kedepan, revisi UU Perkawinan hendaknya ditindaklanjuti oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Darwinih mengatakan, perlu adanya keselarasan UU tersebut dengan aturan di daerah. “Perda Jabar tentang perlindungan anak nomor 5 tahun 2006 hendaknya direvisi dengan menyesuaikan peraturan yang baru disahkan,” tegasnya. Pemerintah di Kabupaten Indramayu pun harus melakukan langkah yang sama. Terlebih lagi, angka dispensasi perkawinan di Indramayu cukup tinggi. Dia pun menilai, perlu adanya lembaga pelayanan yang khusus menangani korban perkawinan anak di tingkat daerah. Hal itu guna memudahkan masyarakat dalam melakukan konsultasi dan pendampingan. “Intinya soal edukasi terkait persoalan perkawinan anak,” kata Darwinih. Saat ini pun KPI akan langsung mensosialisasikan UU Perkawinan yang baru itu kepada masyarakat. (oet)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: