Produksi Bata Merah Berjalan Normal, Permintaan Tetap Stabil

Banyak usaha rakyat gulung tikar selama masa pandemi corona. Perajin batu bata merah pres (cetak) di Kecamatan Terisi justru sebaliknya. Setahun diterjang pandemi Covid-19, produksi maupun permintaan bata Terisi masih stabil.
KHOLIL IBRAHIM, Terisi
PARA perajin bata Terisi yang tersebar di Desa Jatimulya, Jatimunggul dan Desa Plosokerep masih aktif berproduksi.
Di tiga desa sentra industri rakyat bata Terisi itu terdapat ratusan pengrajin bata merah lio dan puluhan mesin cetak bata. Mereka masih bekerja seperti biasa.
“Alhamdulillah, tidak terlalu terpengaruh pandemi corona. Produksi bata Terisi berjalan normal, permintaan stabil,” kata ketua Paguyuban Pengrajin Bata Merah (PPBM) Kecamatan Terisi, H Ujer, Kamis (28/1).
Bahkan, kendati di musim penghujan. Lanjut dia, produksi bata Terisi tak pernah berhenti seiring masih lancarnya permintaan. Tak hanya dari Kabupaten Indramayu, permintaan juga datang dari konsumen di wilayah Kabupaten Cirebon dan sekitarnya.
“Dulu sebelum pandemi pasarnya wilayah Jakarta. Sekarang bergeser ke Cirebon. Bukan untuk proyek perumahan, tapi rumah-rumah pribadi,” ungkap dia.
Saat ini harga bata Terisi untuk pembelian di lokasi Rp450/batang. Sedangkan jika diantar sampai jarak setara ke Ibu Kota Kabupaten Indramayu Rp550/batang. Untuk kiriman ke wilayah Cirebon, sekitar Rp600/batang.
Harga saat ini mengalami penurunan. Lantaran stok di tingkat perajin bata pres Terisi masih cukup banyak. Stok yang ada saat ini merupakan produksi pada musim kemarau kemarin.
Menurut Ujer, ketangguhan bata Terisi sudah teruji. Tidak hanya oleh pandemi Covid-19. Tetapi juga dari gempuran bata ringan alias hebel yang sejak beberapa tahun terakhir membanjiri toko-toko material di wilayah Kabupaten Indramayu, sampai kepelosok desa.
Walau begitu, pihaknya optimis bata merah tetap diminati masyarakat. Sebab hebel dan bata merah memiliki pangsa pasar yang berbeda. Bahkan maraknya hebel, justru mampu meningkatkan kelas bata merah. “Kesannya bangunan yang menggunakan bata merah itu kokoh dan tidak murahan. Jadi ada peningkatan status juga,” tuturnya sambil tersenyum.
Senada dilontarkan Jaya, perajin bata merah asal Desa Plosokerep, Kecamatan Terisi. Sejak hebel merebak dijual di toko material, masyarakat semakin mengetahui kelebihan dan kekurangannya. Karena itu, bata merah tetap bertahan sebab dinilai masih lebih baik mekipun harganya lebih mahal.
“Meskipun kita juga tidak tutup mata kalau bata ringan ini memang bisa mempengaruhi penjualan bata merah. Tinggal bagaimana kami para perajin ini minimal mempertahankan kualitas supaya bata merah tetap menjadi pilihan masyarakat. Harganya juga mesti kompetitif dan terjangkau,” terangnya. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: