RADARINDRAMAYU.ID - Senyum kebahagian terpancar dari wajah Mimi Sunarih (70) perajin Tenun Gedogan Juntinyuat Kabupaten Indramayu, di usia senjanya tersebut.
Ia masih bertahan untuk menjaga dan melestarikan warisan leluhur Wastra Dermayon (Indramayu) khas Pantura yang diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi.
Ia adalah satu-satunya penenun Gedogan di Desa Juntikebon, Kecamatan Juntinyuat, Kabupaten Indramayu yang masih tersisa.
Meski usia sudah tidak muda lagi, namun semangat dan harapannya dalam melestarikan Tenun Gedogan tak pupus sedikitpun.
BACA JUGA:Datangi Nelayan Karangsong Ilham Habibie dan Lucky Hakim Bawa Program Mina Politan
"Usia 7 tahun mimi sudah belajar tenun dari orang tua, baru diusia 12 tahun mulai rutin menenun, karena dulu saat kecil anak perempuan kalau tidak masak ya disuruh nenun," ucap Mimi Sunarih, saat disambangi di kediamannya.
Di teras samping rumah yang berukuran 1 x 3 meter inilah setiap hari saat waktu luang melakukan aktivitas menenun.
Mimi Sunarih, menceritakan ketika kecil, mayoritas penduduk di Desa Juntikebon, Kecamatan Juntinyuat, tenun sudah menjadi mata pencaharian masyarakat desa.
Waktu itu setiap rumah terutama kaum perempuan memiliki kemampuan menenun.
BACA JUGA:Air Bersih Siap Minum, Kereta Otonom, Hingga Smart Home Hadir di IKN
Sehingga Desa Juntikebon menjadi sentra Tenun Gedogan, dan tidak heran apabila Desa Juntikebon tersohor sebagai kampung tenun pada masanya.
Namun, seiring perkembangan zaman menenun tidak lagi menjadi aktivitas bagi kaum perempuan, dari tahun ke tahun penenun terus alami pengurangan.
Banyak anak perempuan lebih memilih bekerja keluar daerah, ditambah lagi dari segi penghasilan dari menenun tidak bisa untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarga.
Puncaknya, pada tahun 2000-an penenun Gedogan hanya tersisa beberapa orang saja, mayoritas usianya 50 tahun ke atas.
BACA JUGA:Kementerian PUPR dan OIKN Mulai Pembangunan Batch 2 di IKN