BACA JUGA:Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indramayu Gelar Wisuda ke 25 Tahun
Nikah seperti ini adalah nikah yang diberi jangka waktu tertentu. Bisa sehari, seminggu, sebulan, bahkan setahun.
Dia uraikan, nikah mut’ah dalam sejarah Islam dapat dilihat dalam sunah Rassullah ketika terjadi perang Tabuk.
Pada saat perang Tabuk, para sahabat berhari-hari bahkan berbulan-bulan berada di garis perbatasan antara jazirah Arab dan Romawi.
Melihat keadaan itu, Rasullah memberikan kemudahan kepada para sahabat, katakanlah kawin kontrak. Tradisi semacam oleh sebagian sahabat masih diperbolehkan.
Misalnya Ibnu Mas’ud dan Jabir bin Abdullah. Akan tetapi, pada waktu Umar bin Khatab tradisi semacam itu sudah dilarang.
Adi menyebutkan, dalam Islam sendiri, sampai saat ini masih ada dualisme terhadap tradisi ini. Dalam aliran Syi’ah memperbolehkan kawin mut’ah. Sementara aliran Ahlul Sunnah wal Jama’ah melarangnya.
Bagi Indonesia, kawin kontrak mutlak dilarang. Sebab, hukum perkawinan di negeri ini menganut aliran Ahlul Sunah Waljama’ah. Aliran ini secara tegas menolak kawin kontrak.