Perkawinan Anak Masih Terjadi

Perkawinan Anak Masih Terjadi

INDRAMAYU-Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Cabang Kabupaten Indramayu menggelar Talk Show, dengan tema “Stigma Rangda Cilik Turunan Indramayu dan Kebijakan Perlindungan Perempuan dan Anak di Kabupaten Indramayu”, di Hotel Wiwi Perkasa 2 Indramayu, Kamis (15/10). Hadir sebagai narasumber Ketua DPRD Indramayu, H Syaefudin SH, Sekretaris KPI Jawa Barat Winy Darwinih, dan tokoh perempuan yang juga penulis dan Pemred Mubaadalah, Zahra Amin. Sekretaris KPI Cabang Indramayu, Yuyun Khaerunisa mengungkapkan, sampai saat ini stigma Rangda Cilik Turunan Indramayu (RCTI) masih belum bisa dihilangkan sepenuhnya. Padahal, UU tentang Perkawinan sudah merubah usia perkawinan. Kalau sebelumnya dalam UU No.1 Tahun 1974, usia perkawinan minimal 16 tahun untuk perempuan dan 19 tahun untuk laki-laki. Sekarang dengan UU No.16 Tahun 2019, usia perkawinan minimal 19 tahun untuk laki-laki maupun perempuan. “Selama perkawinan anak masih tinggi dan masih terus terjadi, maka angka perceraian akan tinggi. Dampaknya sudah tentu akan muncul RCTI-RCTI baru,” ungkap Yuyun. Melalui talk show inilah, Yuyun berharap semua pihak bisa mengetahui tentang bahaya dan akibat dari perkawinan anak. Selanjutnya peserta akan melakukan sosialisasi kepada keluarga dan masyarakat sekitar. “Salah satu akibat perkawinan anak adalah perceraian. Karena dari sisi usia mereka memang belum siap,” tegas Yuyun. Yuyun menambahkan, salah satu penyebab masih terjadinya perkawinan anak adalah karena sosialisasi tentang UU Perkawinan yang baru masih belum menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Akibatnya masih banyak anak-anak dibawah usia 17 tahun yang melakukan perkawinan anak. Padahal sesuai undang-undang yang baru, sudah jelas kalau usia perkawinan minimal 19 tahun, baik laki-laki maupun perempuan. Terkait kenyataan tersebut, Yuyun berharap di Kabupaten Indramayu ada turunan UU No.16 Tahun 2019 dalam bentuk Perbup atau Perda (Peraturan Daerah). Bahkan akan lebih baik lagi kalau ada turunannya hingga ke tingkat desa dalam bentuk Peraturan Desa (Perdes). “Saya yakin kalau di daerah sudah ada turunannya, dan dilanjutkan dengan sosialisasi secara intensif, maka perkawinan anak bisa kita cegah,” tuturnya. Ketua DPRD Indramayu, H Syaefudin SH, juga mengakui kalau stigma Rangda Cilik Turunan Indramayu  masih melekat. Ia berharap, stigma itu berubah menjadi Remaja Cerdas Turunan Indramayu. Menurutnya, DPRD siap mendukung upaya pencegahan perkawinan anak, melalui pembuatan regulasi yang mendukung. “Kita sebenarnya juga sudah memilii Perda Perlindungan Perempuan dan Anak serta Perda Kabupaten Layak Anak. Kalau memang perlu ada penyesuaian, kami dari DPRD siap memfasilitasi,” tegas Ketua Karang Taruna Kabupaten Indramayu ini. Pada kesempatan itu juga diberikan penghargaan kepada Rasminah, perempuan asal Losarang Kabupaten Indramayu, yang telah ikut berjuang untuk mengubah aturan tentang usia perkawinan dari 16 tahun menjadi 19 tahun. Berkat perjuangan Rasminah dan kawan-kawan, akhirnya usia perkawinan bisa dituakan dari sebelumnya minimal 16 tahun untuk perempuan menjadi 19 tahun. “Kita bangga dan mengapresiasi kepada perempuan Indramayu yang belah berhasil dalam memperjuangkan hak perempuan, terutama terkait masalah batas minimum usia perkawinan ini,” tuturnya. (oet)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: