Rasio Jumlah Siswa Ideal Melahirkan Siswa yang Unggul

Rasio Jumlah Siswa Ideal  Melahirkan Siswa yang Unggul

Supendi Samian Ketua STIDKI NU Indramayu -istimewa-RADAR INDRAMAYU

Oleh:Supendi Samian
Ketua STIDKI NU Indramayu

Pendidikan adalah fondasi utama dalam pembangunan manusia seutuhnya. Keberhasilan sistem pendidikan dalam membentuk peserta didik yang unggul, cerdas, dan berkarakter tidak hanya ditentukan oleh kurikulum semata, tetapi juga oleh aspek teknis dan struktural seperti rasio jumlah siswa per kelas, kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) guru, serta dukungan pendampingan dan pembiayaan yang memadai dari pemerintah.

Menurut para pakar pendidikan, jumlah siswa yang terlalu banyak dalam satu kelas akan menghambat proses pembelajaran yang efektif. Prof. Suyanto, Ed.D., mantan Dirjen Dikdasmen Kemdikbud, menegaskan bahwa rasio ideal siswa dalam satu kelas berkisar antara 20-25 orang, agar guru mampu mengelola kelas dengan pendekatan yang personal dan humanis.

Jumlah siswa yang berlebihan sering kali menyebabkan guru kewalahan dalam menyampaikan materi secara optimal, menghambat interaksi dua arah, serta memperbesar potensi konflik antarsiswa, seperti perkelahian atau perilaku menyimpang lainnya. Oleh karena itu, penting adanya pembatasan jumlah siswa per kelas secara ideal untuk menjamin kualitas pembelajaran yang berpusat pada siswa.

Guru merupakan ujung tombak dalam proses pembentukan karakter dan kecerdasan siswa. Namun, dalam praktiknya, guru tidak bisa bekerja sendirian, terutama ketika menghadapi dinamika kelas yang kompleks. Oleh karena itu, keberadaan guru pendamping atau tenaga tambahan, minimal 2–3 orang dalam satuan unit pembelajaran, menjadi sangat penting.

BACA JUGA:Tradisi Gelar Shell BLU CRU Yamaha Enduro Challenge di Kalbar, Tahun Ini Sambangi Sambas

Dr. Arief Rachman, M.Pd., tokoh pendidikan nasional, menyatakan bahwa “Setiap guru perlu dibantu oleh tenaga profesional lain agar bisa lebih fokus pada proses pembelajaran dan pembinaan karakter siswa.” Guru pendamping berperan dalam menangani masalah sosial, emosi, hingga perkelahian yang terjadi di lingkungan kelas, serta memberikan perhatian khusus kepada siswa berkebutuhan khusus atau yang tertinggal.

Dalam perspektif Islam, pendidikan tidak hanya bertujuan untuk mencerdaskan akal, tetapi juga membentuk akhlak dan karakter yang mulia. Al-Qur’an telah menegaskan pentingnya pendidikan dan pengajaran dalam surah Al-Mujadalah ayat 11:
"Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat."

Demikian pula, Rasulullah ﷺ bersabda:
"Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari)
Pendidikan yang berkualitas, dalam pandangan Islam, harus menciptakan lingkungan yang kondusif, manusiawi, dan penuh kasih sayang, yang memungkinkan peserta didik tumbuh sebagai pribadi yang beriman, bertakwa, serta berilmu dan beradab. Hal ini mustahil terwujud jika guru kekurangan waktu dan perhatian untuk setiap siswa karena kelebihan kapasitas kelas.

UUD 1945 Pasal 31 Ayat (4) menegaskan bahwa negara wajib mengalokasikan minimal 20% dari APBN untuk sektor pendidikan. Anggaran ini harus digunakan secara maksimal untuk membiayai:
Rekrutmen dan pelatihan guru profesional dan pendamping,
Pembangunan ruang kelas agar tidak padat dan sumpek,
Program pembinaan karakter siswa berbasis nilai-nilai luhur.

BACA JUGA:Cicilan Flat Mulai Rp304 Ribu Per Bulan, Cek Tabel Angsuran KUR Mandiri 2025 Plafon Pinjaman 10-50 Juta

Prof. Fasli Jalal, mantan Wakil Menteri Pendidikan Nasional, menyatakan bahwa anggaran pendidikan yang besar tidak cukup jika tidak digunakan secara strategis dan merata. Maka dari itu, perlu ada afirmasi anggaran untuk sekolah-sekolah yang memiliki kelas dengan jumlah siswa terlalu besar, terutama di wilayah padat penduduk dan miskin.

Dengan menggabungkan pandangan pakar pendidikan, nilai-nilai keislaman, dan mandat konstitusi negara, maka sudah menjadi keharusan bahwa:
Jumlah siswa per kelas harus dibatasi secara ideal demi efektivitas pembelajaran,
Guru harus diperkuat secara kuantitas dan kualitas melalui pelatihan dan kehadiran tenaga pendamping,
Dan anggaran pemerintah harus diarahkan secara proporsional dan tepat sasaran agar visi menciptakan siswa yang unggul, beriman, dan berkarakter dapat terwujud secara nyata.

Pendidikan merupakan fondasi utama dalam membentuk generasi yang unggul dan berkarakter. Salah satu faktor penentu kualitas pendidikan adalah rasio ideal siswa per kelas, yang berkorelasi erat dengan efektivitas pembelajaran, perhatian individual, dan iklim kelas yang kondusif. Namun, hal ini tidak dapat dipisahkan dari ketersediaan SDM guru dan tenaga pendamping yang memadai, serta dukungan anggaran maksimal dari pemerintah.

1.Rasio Ideal Jumlah Siswa per Kelas

Menurut berbagai pakar dan lembaga pendidikan, rasio siswa per kelas yang ideal bervariasi tergantung jenjang pendidikan:

UNESCO (2023) merekomendasikan rasio 20-25 siswa per kelas untuk jenjang SD hingga SMP.

BACA JUGA:Persib Bandung Sudah Punya 9 Pemain Asing, Bakal Tambah Lagi Isi 2 Slot Tersisa?

Kemdikbudristek RI melalui Permendikbud No. 17 Tahun 2017 menyebutkan kapasitas ideal:
SD: 20–28 siswa/kelas
SMP: 20–32 siswa/kelas
SMA/SMK: 20–36 siswa/kelas.
Prof. Suyanto, Ed.D., mantan Dirjen Dikdasmen Kemendikbud, menyatakan bahwa kelas dengan lebih dari 30 siswa akan mempersulit guru dalam menerapkan pendekatan pembelajaran individual dan tematik.

2.Pentingnya SDM Guru dan Pendamping

Untuk menciptakan siswa yang unggul dan berkarakter, perlu adanya penguatan SDM guru dengan kriteria:
Rasio guru dan siswa yang proporsional: Idealnya 1 guru untuk 20-25 siswa.
Adanya guru pendamping (co-teacher) atau asisten guru, terutama untuk:
Penanganan kasus perkelahian atau konflik siswa.
Pendampingan siswa berkebutuhan khusus atau yang memerlukan perhatian emosional.
Model pendidikan inklusif dan berkarakter menuntut minimal 2–3 guru pendamping dalam setiap unit belajar yang terdiri dari 3–4 kelas.
Dr. Arief Rachman, M.Pd., pakar pendidikan menyatakan bahwa “Jumlah guru harus linier dengan jumlah siswa. Tanpa itu, guru akan kesulitan membangun karakter dan memantau perkembangan personal tiap siswa.”

3.Linierisasi Anggaran Pemerintah

Agar rasio siswa ideal dan penguatan SDM dapat terealisasi, anggaran pendidikan dari pemerintah harus diarahkan secara strategis:
Afirmasi APBN minimal 20% untuk pendidikan harus ditekankan ke:
Rekrutmen dan pelatihan guru profesional dan pendamping.
Pembangunan dan perawatan ruang kelas agar tidak overkapasitas.
Integrasi sistem pembelajaran berbasis karakter dan digital.
Prof. Fasli Jalal, pakar pendidikan dan mantan Wakil Mendiknas RI, menekankan pentingnya alokasi anggaran berbasis outcome: “Bukan hanya berapa besar anggaran, tapi bagaimana anggaran itu digunakan untuk membentuk siswa unggul yang cerdas, sehat, dan berkarakter.”

BACA JUGA:HORE! No WA Kamu Bisa Dapat Saldo DANA Kaget Gratis Hari Ini, Klaim Via Link Berikut untuk Hadiah 200.000

4.Menciptakan Siswa Unggul dan Berkarakter

Kurikulum Merdeka Belajar menekankan penguatan karakter Profil Pelajar Pancasila. Hal ini hanya bisa efektif jika didukung oleh:

* Rasio ideal siswa  ruang untuk pendekatan personal dan dialog nilai.
* Guru profesional  mampu menjadi teladan dan pembimbing nilai.

* Pendamping  menangani aspek sosial, psikologis, dan dinamika kelas.
* Anggaran memadai menjamin pelatihan, teknologi, dan fasilitas pendidikan.

Prof. Munif Chatib, pakar pendidikan berbasis karakter, menekankan:
"Anak-anak itu unik. Kelas besar dan guru yang kelelahan akan gagal melihat keunikan itu. Maka, ukuran kelas dan jumlah guru sangat menentukan kualitas pembelajaran karakter.”

Mewujudkan siswa yang unggul dan berkarakter membutuhkan ekosistem pendidikan yang didesain secara tepat: jumlah siswa per kelas yang ideal, dukungan SDM guru dan pendamping yang kompeten, serta anggaran pemerintah yang terarah dan maksimal. Ini bukan sekadar teknis pengajaran, melainkan investasi masa depan bangsa. Pendidikan yang ideal bukan hanya tentang mengajar, tetapi membentuk manusia utuh yang beriman, berilmu, dan berakhlak mulia.

Pendidikan yang berkualitas adalah pilar utama dalam mencetak generasi masa depan yang unggul, berkarakter, dan berakhlak mulia. Kajian ini menegaskan bahwa rasio ideal jumlah siswa dalam setiap kelas harus menjadi perhatian serius dari para pengambil kebijakan. Ketika jumlah siswa per kelas melampaui batas ideal, maka mutu pembelajaran, perhatian individual, serta penanaman nilai-nilai karakter dan moral akan menurun secara signifikan.

BACA JUGA:Butuh Modal Usaha Halal? Ini Simulasi KUR BSI Syariah 2025 Terbaru Pinjaman 100 Juta, Cicilan Flat Segini!

1.Penegasan dari Pakar dan Ahli Pendidikan

Prof. Dr. Suyanto, Ed.D. menyebut bahwa kelas yang terlalu besar menciptakan ketimpangan interaksi guru-siswa, sehingga banyak siswa menjadi pasif, tidak terpantau, bahkan mengalami krisis karakter. Oleh karena itu, batasan rasio siswa antara 20–25 per kelas dinilai paling ideal untuk pembelajaran yang efektif dan manusiawi.
Dr. Arief Rachman, M.Pd., sebagai praktisi dan tokoh pendidikan nasional, menyatakan bahwa guru membutuhkan ruang untuk membimbing, bukan hanya mengajar. Maka, dibutuhkan guru pendamping atau co-teacher, yang minimal terdiri dari 2–3 orang pada unit kelas besar atau padat. Ini penting untuk menangani dinamika perilaku, konflik antar siswa, hingga penguatan nilai moral dan sosial dalam pembelajaran.

2.Peran Strategis Pemerintah dan Anggaran

UUD 1945 dan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah mengamanatkan alokasi anggaran minimal 20% dari APBN untuk sektor pendidikan. Namun, realisasi anggaran tidak boleh berhenti pada angka, melainkan harus mengarah pada kualitas: memperkuat SDM guru, menciptakan ruang kelas yang layak, serta menyediakan pendampingan psikososial dan pembelajaran.

Prof. Fasli Jalal mengingatkan bahwa anggaran pendidikan harus berbasis pada kebutuhan nyata di lapangan, bukan sekadar distribusi administratif. Sekolah-sekolah dengan jumlah siswa yang padat dan guru yang terbatas harus menjadi prioritas penanganan dengan dukungan anggaran afirmatif.

3.Perspektif Islam dan Ulama
Dalam Islam, pendidikan tidak sekadar mengisi akal dengan ilmu, tetapi juga membentuk adab dan akhlak mulia, sebagaimana sabda Nabi Muhammad ﷺ:

"Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (HR. Ahmad)
Untuk mencapai tujuan luhur ini, diperlukan lingkungan belajar yang kondusif, guru yang mampu membina bukan hanya kognisi, tetapi juga hati dan jiwa anak didik. Ini mustahil jika guru harus menangani puluhan siswa sekaligus tanpa bantuan dan waktu yang memadai.

BACA JUGA:Belum Aman? Timnas Indonesia U-23 Satu Langkah Lagi Lolos Semifinal Piala AFF U-23 2025, Ini Skenarionya!

Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin menjelaskan bahwa pendidikan sejati adalah ketika murid menjadi manusia yang mengenal Allah, memahami hakikat hidup, dan memiliki perilaku terpuji. Maka, pendekatan yang manusiawi, dialogis, dan penuh kasih perlu dibangun dari struktur kelas yang ideal dan SDM guru yang kuat.

4.Urgensi Kolaborasi Semua Pihak
Pendidikan bukan hanya tugas pemerintah, tetapi juga tanggung jawab bersama antara negara, sekolah, masyarakat, dan keluarga. Negara wajib menyediakan fasilitas dan kebijakan yang berpihak pada mutu pendidikan, sekolah wajib melaksanakan pembelajaran yang efektif dan bermakna, dan masyarakat wajib mendukung terciptanya lingkungan belajar yang sehat dan beradab.

Kesimpulan
Dengan demikian, jika Indonesia sungguh-sungguh ingin menciptakan generasi emas yang unggul dalam prestasi dan kokoh dalam karakter, maka harus ditempuh melalui:

✅ Pembatasan jumlah siswa per kelas secara ideal (20–25 siswa)
✅ Penguatan SDM guru dan minimal 2–3 guru pendamping di kelas padat
✅ Pengalokasian anggaran pendidikan secara tepat guna dan berbasis kebutuhan nyata
✅ Penerapan nilai-nilai pendidikan Islami dalam sistem pembelajaran

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: