
RADARINDRAMAYU.ID – Di tengah derasnya tantangan pertanian modern, para petani Indramayu justru menemukan harapan baru. Metode Irigasi Padi Hemat Air (IPHA) yang digulirkan pemerintah, secara perlahan mulai menampakkan hasil menggembirakan.
Di Desa Cikedung Lor Kecamatan Cikedung, para petani bersiap menyambut panen raya dengan optimisme yang tak biasa, Selasa, 22 April 2025.
Agus Haerani, seorang petani dari Desa Cikedung Lor Kecamatan Cikedung, yang membudidayakan padi di lahan seluas 1,5 hektare, menjadi saksi hidup transformasi itu.
Ia menyebutkan bahwa dengan penerapan IPHA, hasil tanam meningkat signifikan. Meski lahannya belum sepenuhnya mencapai hasil maksimal, dari pengamatan di sekitarnya, produksi padi naik hingga 10 persen.
"Dulu paling banter 7 ton per hektare. Sekarang sudah mulai terlihat perbedaan," kata Agus, Selasa (22/4/2025).
Namun, setiap perubahan selalu membawa konsekuensi. Ketika air dikelola lebih irit—genangan yang biasanya 5 sentimeter kini hanya setinggi 2 sentimeter—ekosistem sawah pun bergeser.
Dan dalam keheningan malam, tikus-tikus sawah menemukan jalur masuk yang lebih mudah.
“Air yang dangkal bikin tikus lebih berani. Serangannya lebih masif,” ujar Agus, sembari menjelaskan bagaimana ia kini harus berpatroli dari sore hingga malam demi menjaga tanamannya.
Tak hanya itu, burung pipit juga turut "menagih jatah" menjelang masa panen.
Menyikapi ancaman tersebut, petani pun memutar otak. Dengan gotong royong, mereka membangun rumah bagi predator alami—burung hantu.
“Kami bikin tempat tinggal burung hantu. Harapannya, mereka betah, berkembang biak, dan bantu kami jaga sawah,” jelas Agus.
Metode IPHA sendiri merupakan hasil kolaborasi antara Kementerian Pekerjaan Umum (PU) dan Kementerian Pertanian.
Tujuannya bukan sekadar efisiensi air, tapi juga mengubah cara pikir petani yang selama ini terjebak dalam warisan kuno: bahwa padi butuh air berlimpah.