Oleh Yanto S Utomo, CEO Radar Cirebon Group
KASUS Vina ini memang luar biasa viral dan mendapat perhatian banyak pihak. Termasuk perhatian dari sebagian masyarakat adat Baduy Dalam.
Mulanya saya kaget dan tak menyangka. Ternyata sebagian masyarakat suku yang tinggal di pedalaman Banten ini mengetahui dan mengikuti kasus Vina. Padahal kasus pembunuhan yang konon disertai dengan pemerkosaan itu terjadi sudah lama. Yakni pada Cirebon tahun 2016 lalu.
“Kan ada filmnya. Saya mengikuti perkembangan kasus Vina,” ungkap Sanif, pria asli suku yang tinggal di kampung Baduy Dalam tersebut. Dia menyampaikan ungkapan seketika kepada rombongan dari Cirebon yang bermalam di rumahnya, Sabtu malam lalu.
Padahal masyarakat yang tinggal di kampung Baduy Dalam tidak boleh memiliki handphone dan televisi. Bahkan orang Baduy Dalam juga mengharamkan listrik. Penerangan rumah mereka hanya menggunakan cempor.
BACA JUGA:Dua Pembunuh Sadis Driver Taksi Online Diringkus Sat Reskrim Polres Indramayu
Lalu dari mana Sanif dan beberapa orang Baduy Dalam tahu soal kasus Vina? Ketika sedang berada di Terminal Cijahe, saya berbicara secara khusus dengan Sanif. Kebetulan saya dan 2 orang kawan, terlebih dahulu sampai di terminal tersebut.
Sanif mengakui tahu soal kasus Vina ketika sedang menunggu tamu di Terminal Cijahe atau Terminal Ciboleger. Di 2 tempat itu banyak warung yang memiliki televisi dan sedang melihat kasus Vina. Kadang-kadang juga, katanya, dari para penunggu warung yang menonton menggunakan HP.
“Mereka selalu bercerita soal kasus Vina,” ungkapnya. Sambil mengatakan bukan hanya dia, sebagian warga Baduy Dalam pun mengetahui soal kasus Vina.
Lalu soal apa lagi yang diketahui tentang Cirebon? Sanif pun menjawab kasus Vina lumayan mengikuti. “Tapi saya sering mendengar kasus tawuran dan perang atar geng motor di Cirebon,” jelas Sanif.
BACA JUGA:Permodalan Nasional Madani Helat Uang Tahun ke-25
Pada Sabtu dan malam Minggu lalu, saya dan rombongan dari Cirebon bermalam di Kampung Cibeo. Kampung ini masuk ke dalam Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten. Di Cibeo kami tinggal di rumah Sang Sang. Dia tinggal bersama istri, seorang anak lelaki, menantu dan 2 orang cucu. Anak lelaki Sang Sang itu bernama Sanif.
Salah satu anak Sanif atau cucu Sang Sang bernama Sayuti. Anak berusia 11 tahun inilah yang membawa tas saya. Kebetulan tas saya paling ringan. Hanya berisi beberapa lembar baju saja.
Pagi hari usai sarapan, Sang Sang yang akrab dipanggil Ayah memberikan “hadiah” sebilah golok khas Cibeo. Golok itu diberikan kepada seorang rekan kami yang akrab dipanggil Yana. Ayah memberikan pesan kepada Yana agar menggunakan golok atau gobang tersebut untuk kebaikan. “Jangan sampai untuk kejahatan,” ungkap Ayah.
“Jangan pula seperti kasus itu,” lanjut Ayah. Kasus itu yang dimaksud Ayah adalah seperti Kasus Vina dan genk motor. “Nah betul, kasus itu. Jangan digunakan untuk yang demikian,” tandas Ayah.
BACA JUGA:Iwan Fals: Kiat Tetap Bugar dan Bersemangat di Usia Kepala Enam