Dari Cijahe harus menempuh perjalanan menuju ke Terminal Ciboleger. Jaraknya kurang dari 50 km, namun harus ditempuh selama 1,5 jam dengan menggunkan kendaraan elf. Kontur jalan naik turun dan lumayan curam.
Untuk diketahui, konon nama Baduy merupakan sebutan yang diberikan oleh Belanda. Para peneliti Belanda mempersamakannya dengan kelompok Arab Baduwi, yang salalu berpindah-pindah (nomaden).
Hanya saja ada alasan lain penyebutan nama Baduy. Di dekat perkampungan mereka ada Sungai Baduy. Sungai ini ada di bagian utara dari wilayah tersebut. Karenanya warga sekitar itu dipanggil Baduy.
Masyarakat Baduy lebih suka menyebut dirinya sebagai orang Kanekes atau “Urang Kanekes”. Nama Kanekes memang sesuai dengan nama wilayah mereka, Desa Kanekes.
Hanya bagi Orang Baduy lebih suka lagi jika dipanggil nama kampungnya. Misalnya Urang Cibeo. Berarti mereka orang Baduy Dalam yang berasal dari Kampung Cibeo. Orang Kenekes mengaku keturunan Batara Cikal. Batara ini merupakan salah satu dewa yang turun ke bumi. Batara Cikal itu disamakan dengan Nabi Adam sebagai nenek moyang pertama manusia.
Suku Baduy terbagi menjadi dua. Ada suku Baduy Dalam dan suku Baduy Luar. Salah satu ciri Baduy Luar sudah terkontaminasi dengan budaya modern. Di Baduy luar, penggunaan barang elektronik dan sabun diperkenankan. Ketua adatnya disebut Jaro.
Selain itu, Baduy Luar juga menerima tamu yang berasal dari luar Indonesia. Mereka boleh mengunjungi hingga menginap di salah satu rumah warga Baduy Luar. Di Baduy Dalam masih dilarang hingga saat ini.
BACA JUGA:Selamat! Jatibarang Jadi Desa Cerdas dan Taat Pajak
Perbedaan lainnya terlihat dari cara berpakaian yang dikenakan. Pakaian adat dan baju keseharian Baduy Dalam tersirat dalam balutan warna putih yang mendominasi. Bagi pria setidaknya ikat kepala kain berwana putih.
Terkadang hanya bagian celananya saja bewarna hitam ataupun biru tua. Warna putih melambangkan kesucian dan budaya yang tidak terpengaruh dari luar.
Berbeda dengan Baduy Luar yang menggunakan baju serba hitam atau biru tua saat melakukan aktivitas.
Baduy Dalam memiliki 3 kampung. Kampung-kampung itu bertugas mengakomodir kebutuhan dasar semua masyarakat Suku Baduy. Tugas ini dipimpin oleh Pu'un selaku ketua adat tertinggi dibantu dengan Jaro sebagai wakilnya.
Kampung Cikeusik, Cikertawana, dan Cibeo adalah 3 kampung tempat Suku Baduy Dalam tinggal. Sementara Baduy Luar tinggal di 50 kampung lainnya yang berada di bukit-bukit Gunung Kendeng.
Suku Baduy pada umumnya menggunakan bahasa dengan dialek Sunda Banten. Bahasa itu sebagai alat komunikasi dengan masyarakat luar. Walau pada umumnya menegerti bahasa Indonesia. Soal bahasa Indonesia, mereka memang tidak mendapatkan pengetahuan tersebut dari sekolah. Karena masyarakat itu tidak mengenal sekolah. Otomatis tidak menegenal budaya baca-tulis.
BACA JUGA:Rakernas PDIP, Nina Ajak Kader Fokus Bekerja untuk Rakyat
Usaha pemerintah untuk membangun fasilitas sekolah di wilayah tersebut ditolak keras olah masyarakat Baduy. Penididikan berlawanan dengan adat istiadat mereka.