"Di desa kami sangat tabu menyelenggarakan pesta atau hajatan sebelum diselenggarakan Hajat Bumi. Dengan telah digelarnya tradisi ini maka warga boleh mengadakan hajatan semeriah apa pun," sebut Uki.
Hal ini, hanya berlangsung hingga batas waktu tertentu biasanya menjelang masa tanam yang diperkirakan akan berlangsung pada bulan September mendatang. Sebagai tanda penutupannya, lanjutnya, akan digelar tradisi Ngarajah Pantun yaitu gelaran pesta rakyat untuk yang terakhir kalinya dengan menghadirkan kesenian tradisional seperti wayang golek, gamelan Goong Renteng dan kecapi.
Sementara Sekda Kabupaten Kuningan, Dr H Dian Rachmat Yanuar MSi menyampaikan, bahwa dalam menjalankan pemerintahan desa, perlu ditunjang lima pilar, meliputi keanekaragaman, partisipasi, pemberdayaan, otonomi, dan demokratisasi.
“Hari ini Desa Cikeleng telah menyampaikan pesan tiga pilar, yaitu pemberdayaan, partisipasi, dan keanekaragaman. Hajat Bumi merupakan sebuah tradisi yang dilangsungkan secara turun-temurun,” ujar Dian.
Sekda Dian menambahkan bahwa Hajat Bumi adalah bentuk kearifan lokal yang menunjukkan nilai-nilai tradisi berharga di tengah derasnya teknologi informasi dan pengaruh budaya asing yang tidak sejalan dengan kehidupan sehari-hari masyarakat.
“Hajat Bumi di Cikeleng ini merupakan bukti bahwa masyarakat termasuk generasi muda masih menyimpan kerinduan, tekad, keinginan, dan motivasi untuk melestarikan warisan leluhur,” tegas Dian.
Dian juga menuturkan, Hajat Bumi adalah bentuk rasa syukur atas berkah dan rahmat Allah SWT, serta menjadi momentum untuk evaluasi dan introspeksi tentang merawat alam dan bersyukur kepada Sang Pencipta.(ags)