Keberadaan Monumen Pioner Transmigrasi tersebut memiliki arti penting bagi Kemendes PDTT.
Setiap tahunnya seringkali dilaksanakan acara tabur bunga di Komplek Makam Pioner Transmigrasi.
Tabur Bunga dan ziarah ini dilakukan untuk mengingat kembali peristiwa penting dalam sejarah pembangunan transmigrasi di Indonesia.
Staf Ahli Menteri Desa PDTT Bidang Ekonomi Lokal, Ansar Husen mengungkapkan, monumen tersebut didirikan dengan penuh simbolik untuk penghormatan bagi para korban.
"Didirikannya monumen ini untuk mengenang mereka yang telah ditetapkan sebagai pionir pembangunan transmigrasi karena bagian dari transmigran pertama di Indonesia," kata Ansar di laman Kemendes PDTT.
Tugu Monumen yang tingginya tujuh meter dipadukan dengan tiang sebanyak empat buah itu memuat simbol yang mempunyai makna tertentu.
Ukiran pepatah Jawa yaitu "Jer Basuki Mawa Beya" pada monumen tersebut mengandung makna memegang prinsip, bahwa segala usaha untuk mencapai tujuan diperlukan pengorbanan.
Sayangnya, peristiwa kecelakaan tersebut kemudian dibumbui dengan mitos. Terutama soal ritual tolak bala di Jembatan Sewo.
BACA JUGA:Pengalap Tawur Jembatan Sewo dan Mitos Saidah Saeni hingga Kecelakaan Rombongan Transmigrasi
Bahkan kejadian kecelakaan tragis tersebut seolah sudah terlupakan seiring waktu berjalan. Yang lebih menonjol adalah keberadaan pengalap tawur atau penyapu koin di Jembatan Sungai Sewo.
Mereka memanfaatkan keyakinan masyarakat untuk tolak bala dengan melakukan tawur koin di Jembatan Sewo.
Kepercayaan itu, diantaranya diyakini pengendara dari Jawa Tengah, supaya diberi selamat dalam perjalanan.