INDRAMAYU, RADARINDRAMAYU.ID - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI merilis sebanyak 20 kabupaten/kota memiliki tingkat kerawanan tinggi politik uang pada Pemilu 2024.
Salah satunya berada diwilayah provinsi Jawa Barat. Apakah Kabupaten Indramayu termasuk?
Untuk tingkat provinsi sendiri, berdasarkan pemetaan kerawanan berdasarkan politik uang ini, terdapat lima daerah paling rawan.
Pertama adalah Provinsi Maluku Utara dengan skor 100. Kemudian diikuti empat provinsi di bawahnya, yakni Lampung skor 55,56, Jawa Barat skor 50, Banten skor 44,44, dan Sulawesi Utara dengan skor38,89.
BACA JUGA:Petani Milenial Gagas Kampung Kawung Penghasil Gula Aren Mendunia
BACA JUGA:15 Rumah Terdampak Tanah Ambles Minta Percepat Bayar Ganti Rugi, Camat : Sudah Diukur-ukur BBWS
Namun, jika dilihat berdasarkan agregasi tiap kabupaten/kota, Papua Pegunungan menjadi provinsi dengan tingkat kerawanan tertinggi politik uang.
Sembilan provinsi di bawah Papua Pegunungan adalah Sulawesi Tengah, DKI Jakarta, Kalimantan Barat, Banten, Lampung, Papua Barat, Jawa Barat, Kepulauan Riau, dan Maluku Utara.
Sementara untuk tingkat kabupaten/kota, daerah paling rawan adalah Kabupaten Jayawijaya, Papua, menduduki urutan pertama.
Lalu Kabupaten Banggai dan Banggai Kepulauan di Sulawesi Tengah, Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat, dan Kabupaten Lampung Tengah, Lampung.
BACA JUGA:Anies Baswedan Berpasangan dengan Cak Imin, Ini Reaksi Partai Demokrat
BACA JUGA:Bakesbangpol Gelar Sosialisasi Pendidikan Politik Bagi Pemilih Pemula
Kemudian berturut-turut adalah Kabupaten OKU Timur Sumatera Selatan. Kepulauan Seribu, DKI. Bulukumba, Sulawesi Selatan. Ponorogo, Jawa Timur. Fakfak, Papua Barat.
Selanjunta, Kota Serang, Banten. Kota Jakarta Timur, DKI. Kolaka, Sulawesi Tenggara. Temangung, Jawa Tengah. Bandung Barat, Jawa Barat. Bangka Selatan, Babel. Lampung Barat, Lampung dan Simalungun, Sumatera Utara.
Anggota Bawaslu RI, Lolly Suhenty mengingatkan, pemetaan kerawanan ini guna mengedepankan upaya pencegahan.
"Kenapa Bawaslu harus bikin soal indeks kerawanan pemilu dengan isu spesifik soal politik uang, karena memang Bawaslu bertugas untuk mencegah terjadinya politik uang. Dengan modus operandi yang semakin beragam, kita memerlukan fleksibilitas adaptasi secara cepat dan strategi yang tepat dalam membuat proyeksi maupun deteksi dini dalam upaya untuk pencegahan," terangnya saat membuka kegiatan Peluncuran Pemetaan Kerawanan Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024 Isu Strategis Politik Uang di Bandung, Jawa Barat, beberapa waktu lalu.
BACA JUGA:Prediksi Pertandingan Persija vs Persib Bandung, Persib Sedang Dalam Trend Positif
BACA JUGA:Ormas Oi: Jangan Pilih Calon Dewan Perusak Pohon
Upaya mencegah politik uang dalam pemilu dan pilkada ini, lanjutnya, sesuai dengan Pasal 93 huruf e UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. Politik uang ini menjadi salah satu dari lima kasus terbesar dalam isu kerawanan pemilu.
Lolly menegaskan, politik uang ini amat berbahaya karena bukan mengenai kontestasi menang atau kalah, melainkan menghancurkan mental (akhlak) warga negara dan menghancurkan mental aktor-aktor negara (para pemimpin).
"Karena politik uang ini mengancam, berbahaya, dan menjadi kejahatan maka bahaya politik uang harus tersampaikan kepada masyarakat. Bawaslu bergandengan tangan dengan berbagai kelompok kepentingan seperti kepolisian, kejaksaan, pemerintah pusat dan daerah, dan masyarakat. Semua harus bergabung karena bahaya politik uang hanya bisa ditangani kalau kita kerja bersama-sama," jelas perempuan kelahiran Cianjur, 28 Februari 1978 ini.
Lolly merinci, ada politik uang sebelum masa kampanye, ada pula sebelum hari pemungutan suara, ada pula ada politik uang yang dilakukan secara digital. Termasuk juga kegiatan sosial yang diwarnai politik luar dan program pemerintah.
BACA JUGA:Jadi Pemicu Tindak Pidana, Kapolres Nyatakan Perang Terhadap Miras
BACA JUGA:Aktivis Lingkungan Ancam Viralkan Baliho Bacaleg yang Dipaku di Pohon
Berkaca pengalaman penyelenggaraan Pemilu 2019 dan Pilkada 2020, modus politik uang terbagi dalam beberapa bentuk, yakni memberikan langsung, memberikan barang dan memberikan janji.
"Modus memberi langsung itu salah satunya berupa pembagian uang, voucher atau uang digital dengan imbalan memilih kepada salah satu peserta pemilu," akunya.
Dia pun menyebutkan pelaku yang biasa melakukan politik uang mulai dari kandidat, tim sukses/kampanye, aparatur sipil negara (ASN), penyelenggara ad hoc, dan simpatisan atau pendukung peserta pemilu.
"Pemetaan kerawanan politik uang ini berupaya mengelompokkan kerawanan dalam kategori, modusnya apa, pelakunya siapa, dan wilayahnya dimana?," tutur magister Ilmu Hukum dari Universitas Pakuan Bogor ini. (kho/rls)