Selama Tahun 2022 Ada 7.771 Pasutri Cerai di Indramayu. Salah Satu Sebabnya Pernikahan Dini

Rabu 18-01-2023,15:30 WIB
Reporter : Utoyo Prie Achdi
Editor : Leni indarti hasyim

INDRAMAYU, RADAR INDRAMAYU.ID – Banyaknya kasus pernikahan dini di Kabupaten Indramayu ternyata berdampak pada tingginya angka perceraian.

Karena salah satu penyebab keretakan rumah tangga yang berujung perceraian, adalah akibat pernikahan dini.

Mereka yang melakukan pernikahan dini memang dianggap belum matang. Baik secara fisik maupun mental.

Data dari Kantor Pengadilan Agama Kabupaten Indramayu, sebanyak 7.771 pasangan suami istri (pasutri) di Kabupaten Indramayu resmi bercerai sepanjang 2022.

BACA JUGA:Peringatan BMKG: Dampak Super New Moon, Warga Pesisir Eretan Siaga Rob

Penyebabnya, selain faktor ekonomi, juga akibat pernikahan dini. Karena mereka yang menikah muda memang sangat rentan dan emosinya belum matang.

Humas Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Indramayu, Dindin Syarief Nurwahyudin, menyebutkan, dari 7.771 perkara perceraian itu, sebanyak 5.669 perkara merupakan cerai gugat atau yang diajukan oleh istri.

Sedangkan sisanya, atau 2.102 perkara merupakan cerai talak atau yang diajukan oleh suami.

‘’Angka perceraian di Kabupaten Indramayu memang cukup tinggi. Ini harus jadi bahan perhatian semua pemangku kepentingan untuk menekan angka perceraian,’’ kata Dindin, Selasa, 17 Januari 2023.

BACA JUGA:Hati-hati Macet, Proyek Betonisasi Jalan Pantura Losarang Berlanjut

Dindin menyebutkan, angka perceraian di Kabupaten Indramayu itu menempati urutan nomor dua tertinggi di Jabar setelah Kabupaten Bogor.

Sedangkan secara nasional, Kabupaten Indramayu menempati urutan keempat setelah Surabaya, Kabupaten Malang dan Kabupaten Bogor.

Dindin mengungkapkan, penyebab paling dominan dari perceraian di Kabupaten Indramayu itu karena faktor ekonomi. Menurutnya, faktor ekonomi yang rendah akhirnya memicu perselisihan di antara pasutri hingga berujung perceraian.
 
Selain itu, lanjut Dindin, ekonomi yang rendah juga mendorong salah satu pasangan, terutama istri, untuk bekerja ke luar negeri sebagai PMI. Meski secara ekonomi bisa menjadi solusi, namun keberangkatan istri ke luar negeri untuk bekerja dalam waktu lama akhirnya mengganggu ketahanan rumah tangga mereka.

BACA JUGA:PT.Bumi Karsa Kebut Proyek Saluran Sekunder di Tiga Kecamatan

‘’Ketika masyarakat berpikir bekerja ke luar negeri adalah solusi dalam rumah tangga, itu malah jadi bumerang. Ekonomi memang terpenuhi, tapi ketahanan rumah tangga jadi terganggu,’’ cetus Dindin.

Dindin menambahkan, selain faktor ekonomi, penyebab terjadinya perceraian di antaranya juga karena kurang matangnya emosi pasutri dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Salah satu penyebabnya, karena usia mereka masih dibawah umur saat menjalani pernikahan.

Dindin pun baru kemarin menyidangkan perkara pengajuan perceraian, dimana pemohon merupakan seorang istri yang masih berumur 19 tahun. Di usia yang masih belia itu, pengajuan perceraian tersebut bahkan merupakan yang kedua kaliny
 
‘’Jadi di usia 19 tahun, dia sudah mengajukan dua kali cerai. Ini sangat memprihatinkan,’’ kata Dindin.
Si pemohon perkara perceraian itu ternyata dulunya melangsungkan pernikahan pertama dengan mengajukan dispensasi nikah. Setelah menjalani pernikahan beberapa tahun hingga akhirnya bercerai, pernikahan keduanya pun hanya bertahan enam bulan. Kini, pemohon tersebut bersikeras kembali mengajukan gugatan cerai.

BACA JUGA:PT.Bumi Karsa Kebut Proyek Saluran Sekunder di Tiga Kecamatan

Kategori :