RADAR INDRAMAYU - Cirebon dan Banten mimiliki ikatan sejarah yang kuat, pada masa kerajaan, kedua wilayah tersebut merupakan awal penyebaran agama Islam di pulau Jawa.
Pada saat Sunan Gunung Jati memimpin Kerajaan Cirebon, anaknya yang bernama Hasanudin diperintah untuk memimpin Kerajaan Banten.
Namun sebelum itu, Banten dan Cirebon sempat terlibat peperang hebat yang tercatat dalam sejarah.
Dikutip dari radarcirebon.com, Perang Banten vs Cirebon diriwayatkan pernah terjadi dan pecah di akhir Ramadhan, 22, Desember 1650.
BACA JUGA:Macet di Lembang, Kendaraan Tersendat dari Arah Subang
Sehari setelahnya, adalah Idul Fitri. Dan bersamaan dengan itu, perang Banten vs Cirebon berakhir dengan kekalahan pasukan Cirebon.
Peristiwa perang Banten vs Cirebon dan penyerbuan ke Keraton Surosowan, dikenal sejarah dengan nama Pacirebon (Pacebonan).
Ada pula yang menyebut perang Banten vs Cirebon sebagai Pagarage. Pertempuran ini, tidak hanya terjadi di darat. Namun juga di lautan.
Bahkan, penyerbuan dari Cirebon dilakukan lewat laut yang dipimpin oleh Ngabei Panjang Jiwa. Di bawah kepemimpinannya, berlayar 60 kapal menuju Banten.
BACA JUGA:Libur Lebaran di Plangon Cirebon, Lalu Lintas Macet
Dari Kesultanan Banten, membawa 50 kapal untuk meladeni serangan tersebut. Rombongan ini dipimpin oleh beberapa demang di garis depan.
Perang Banten vs Cirebon ini, tidak lepas dari pengaruh Mataram. Padahal, ketiga kerajaan ini, sama-sama bercorak Islam.
Namun, Banten menolak untuk tunduk kepada Kerajaan Mataram. Di sisi lain, Mataram terus mendesak agar kerajaan di ujung Pulau Jawa itu benar-benar tunduk.
Lantaran terus menolak, Mataram pun mengirim Cirebon agar Banten mau tunduk dan mengakui Kerajaan Mataram.
BACA JUGA:Mereka yang Sudah 'Lupa' Moment Lebaran Bersama Keluarga
Mulanya, dilakukan diplomasi sebelum pecah perang Banten vs Cirebon. Jiwasraya dan Nalawangsa diutus datang ke Banten.
Mereka diminta membujuk Sultan Banten untuk mengakui kekuasaan Mataram. Namun, diplomasi ini gagal.
Belum menyerah, utusan berikutnya dikirim yakni Pangeran Martasari yang merupakan santana atau keluarga raja, didampingi oleh Tumenggung Wiratantaha.
Kedatangan Tumenggung Wiratantaha mulanya disambut baik Pangeran Adipati, putra Sultan Abulmaali. Namun, Sultan Banten, Abdul Mafakhir Mahmud Abdul Kadir, menolak mengakui Mataram.
BACA JUGA:Musibah di Hari Raya Idul Fitri, Rumah Warga Sukagumiwang Kebakaran
“Sultan Banten tidak mau mengakui raja mana di atasnya selain Sultan Mekah yang sering mengirim surat kepadanya berisi pelajaran berhikmah,” tulis HJ de Graaf, dalam Disintegrasi Mataram di Bawah Mangkurat I, seperti dilansir dari Historia.
Titik Pudjiastuji dalam Perang Dagang, Persahabatan: Surat-surat Sultan Banten menuliskan, Patih Mataram, Tumenggung Singaranu murka mendengar kabar tersebut.
Setelahnya, dia memerintahkan Tumenggung Martasari untuk menyerang Banten.
Cirebon kemudian mengirimkan pasukan di bawah komando Ngabei Panjangjiwa dalam armada sejumlah 60 kapal.
Tidak tinggal diam, Banten menyiapkan 50 kapal dipimpin Lurah Astrasusila, Demang Narapaksa, dan Demang Wirapaksa.
BACA JUGA:Lebaran Tawuran, 13 Pemuda Ditangkap Polisi di Ciledug Kabupaten Cirebon
Tidak hanya itu, Sultan Banten juga berjanji akan memberikan hadiah 2 ribu real dan sehelai Kampuh (kain kebesaran), apabila bisa mengalahkan Cirebon.
Strategi penyergapan pun dilakukan dan berhasil. Pasukan Cirebon di bawah pimpinan Panjangjiwa menyerah di Pelabuhan Tanara.
Begitu juga ketika gelombang pasukan Cirebon lainnya tiba. Mereka kembali takluk di bawah serangan Lurah Astrasusila.
Saat kondisi tidak berdaya, awak kapal tersebut diturunkan di Sumur Angsana. Di situ, mereka dibunuh dengan kejam.
“Di sana mereka dibunuh, sekalipun minta ampun. Kepala mereka dikirim ke Surosowan,” tulis De Graaf.
BACA JUGA:Polda Jateng : Optimalkan Pam Obvit untuk Amankan Tempat Wisata Hari Kedua Lebaran
Surosowan adalah keraton Kesultanan Banten yang dibangun tahun 1552 dan selesai pada tahun 1570.
Di luar dugaan, Sultan Banten marah kepada prajuritnya karena tindakan kejam tersebut. Perang Banten vs Cirebon pun berakhir pada 30 Ramadan, di mana keesokannya adalah Idul Fitri. (yud)