Petani Pantura Nekat Tanam Padi

Senin 09-03-2020,10:08 WIB
Reporter : Leni Indarti Hasyim
Editor : Leni Indarti Hasyim

INDRAMAYU-Petani padi di wilayah pantura Indramayu dikenal nekat. Tak hanya saat krisis air di musim kemarau, di bawah ancaman bencana banjirpun mereka tetap nekat menanam padi. Seperti yang dilakukan para petani di wilayah pesisir pantura Kecamatan Kandanghaur. Di tengah lautan air yang masih menggenangi puluhan hektare sawah, mereka memaksa diri untuk bercocok tanam. Padahal di sekelilingnya, sebagian tanaman padi yang baru saja ditanam masih terendam air hingga mencapai ujung tanaman. Genangan air setinggi itu akibat intensitas curah hujan tinggi dan meluapnya air sungai di kawasan tersebut. Salah seorang petani, Wandi mengaku, menanam padi di saat areal sawah terendam banjir penuh risiko. Selain rawan mati busuk jika lama tergenang, juga hanyut terbawa banjir karena akar tanaman padi belum cukup kuat mengikat tanah. “Tapi mau bagaimana lagi. Daripada semai padi kedaluwarsa, terpaksa ditanam. Risikonya memang tinggi,” katanya, kemarin. Kondisi semacam ini, ungkapnya, sudah sering terjadi di saat musim penghujan. Sudah menjadi risiko pula, petani yang sawahnya masuk daerah langganan banjir menanggung kerugian lebih besar karena harus melakukan tanam padi berkali-kali. Sebagai langkah antisipasi, bapak tiga orang anak ini melakukan peninggian galeng serta pompanisasi untuk menyedot kelebihan air di petak sawahnya. Hanya saja cara terakhir sulit dilakukan mengingat genangan air meluas dan saluran air mengalami peningkatan debit. Ketua KTNA Kandanghaur, Waryono Batak mengatakan, petani nekat menanam padi karena khawatir bibit persemaian kedaluwarsa sehingga tidak bisa ditanam. Sementara di sisi lain, padi yang sudah ditanampun masih terancam bencana banjir. Seperti yang terjadi pada akhir bulan Februari lalu. Dia menyebutkan, dari data yang diterimanya total tanaman padi yang terendam banjir hampir separuh dari luas tanam di wilayah Kecamatan Kandanghaur. Yakni seluas 2200 hektare dari 4840 hektare yang tersebar di 12 desa. Terparah yakni di Desa Soge dan Bulak masing-masing dengan luasan 453 dan 299 hektare. “Banjir seperti ini sudah terjadi setiap tahun saat musim hujan, apalagi kalau intensitasnya tinggi, sawah pasti terendam,” katanya. Waryono Batak mengungkapkan, penyebab banjir akibat terjadinya penyempitan dan pendangkalan saluran air. Ditambah intensitas hujan tinggi, air dari saluran maupun sungai mengalami limpas hingga menggenangi areal persawahan. (kho)  

Tags :
Kategori :

Terkait