
BACA JUGA:Angsuran KUR BRI Telat 3 Bulan? Ini Cara Jitu Biar Nggak Diblacklist dan Skor Kredit Tetap Aman!
3. Penyitaan Aset
KUR BRI untuk plafon tertentu memang mensyaratkan jaminan aset tetap, seperti sertifikat tanah atau kendaraan.
Jika tunggakan cicilan sudah melewati batas tenggang (biasanya 90 hari sejak tanggal jatuh tempo), BRI memiliki hak untuk melakukan eksekusi aset.
Tanah, bangunan, ataupun kendaraan Anda bisa disita dan dilelang untuk menutup sisa pinjaman. Imbasnya bukan hanya kerugian modal usaha, tetapi juga kekayaan pribadi yang bisa ikut raib.
Bagi pemilik usaha yang mengandalkan aset tersebut untuk operasional sehari-hari, risiko penyitaan dapat berdampak sangat fatal pada kesinambungan bisnis.
BACA JUGA:Sempat Viral Tapi Masih Memprihatinkan, Sopiah Kini Dapat Perhatian Bupati Lucky
4. Riwayat Kredit Buruk di SLIK OJK
Setiap data pinjaman yang masuk ke BRI secara otomatis tercatat di Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK.
Jika Anda dianggap gagal bayar, status pinjaman akan berubah menjadi kredit macet (non-performing loan/NPL). Riwayat buruk ini akan terus tersimpan dalam database OJK selama lima tahun.
Akibatnya, ketika Anda mengajukan kredit ke bank lain, baik itu untuk modal kerja, KUR BRI berikutnya, ataupun kartu kredit, kemungkinan besar permohonan akan langsung ditolak.
Lingkaran setan ini membuat pebisnis sulit bangkit dari masalah likuiditas karena tak ada lembaga keuangan yang mau menyalurkan dana.
5. Denda Keterlambatan yang Semakin Membengkak
Bunga rendah bukan jaminan bahwa beban utang Anda tidak bisa menjadi berat. Setiap kali cicilan telat dibayar, BRI akan mengenakan denda keterlambatan sesuai ketentuan perjanjian.
Semakin lama tunggakan dibiarkan, akumulasi denda dapat melipatgandakan jumlah total yang harus dibayar. Beban finansial ini tentu menambah tekanan pada arus kas usaha mikro yang cenderung tipis.