Untuk melindungi terik dari matahari di Jalur Pantura, Raniti menggunakan topi lebar dan masker.
Dia mengakui, tindakan tersebut memang berbahaya, padahal uang yang didapat juga tidak seberapa. Tapi memang tidak ada pilihan lain. Sejak pagi dirinya menunggu sawer, tidak sampai dapat uang Rp 50 ribu.
"Nggak ada Rp 100 ribu, Rp 50 ribu juga nggak ada, alhamdulillah," ucap Raniti yang diajak berbincang oleh Kang Dedi Mulyadi.
Sementara itu, Kang Dedi Mulyadi mengakui, tindakan para pengalap tawur memang mengerikan. Untungnya, jalur tersebut sekarang sudah tidak seramai dulu.
BACA JUGA:Kabur dari Rumah di Indramayu, Iis Dahlia Nekat ke Jakarta karena Mau Dinikahkan saat Masih SMA
"Jadi kalau belum ada tol, mungkin jalur ini sangat berbahaya. Disebutnya jalur satu, mobil besar lewat sini, bus malam lewat sini. Kalau sekarang sudah relatif jalurnya agak landai, tidak seperti dulu lagi," tuturnya.
Oleh karena itu, Kang Dedi Mulyadi mengaku tidak sepakat dengan pernyataan bahwa jalan tol mematikan perekonomian.
Baginya, keberadaan jalan tol justru menyelesaikan permasalahan. Termasuk dari sisi keselamatan lalu lintas.
"Justru jalan tol menyelesaikan problem. Kalau tidak ada tol, kebayang kan bagaimana berbagai peristiwa mengerikan terjadi di sini," ungkapnya.
BACA JUGA:Nama Asli Iis Dahlia, Orang Tua di Indramayu Memberi Nama Ini, Jangan Kaget Kalau Sudah Tahu
Soal adanya pengalap tawur, KDM -sapaan akrabnya- berpandangan bahwa tradisi tersebut bermula dari tolak bala.
Terutama pasca kejadian kebakaran bus transmigran. Akhirnya masyarakat Jawa ketika melintas melakukan sawer uang untuk menghindari kesialan dalam perjalanan.
Seperti diketahui, pada tahun 1974 terjadi kecelakaan bus transmigran yang hendak berangkat ke Sumatera Selatan.
Bus tersebut berisi puluhan penumpang yang berasal dari Kabupaten Boyolali. Kecelakaan itu membuat bus terbakar dan 67 penumpang di dalamnya meninggal dunia.
BACA JUGA:Khotib Bacakan Khotbah Politik Soal Pemilu Curang, Jamaah di Tamanan Langsung Bubar
Pasca kejadian tersebut, dibangun sebuah tugu yakni Monumen Pioner Transmigran, sekaligus lokasi pemakaman para korban.