Radarindramayu.id, JAKARTA - Brigadir Nopriansyah Yoshua Hutabarat (Brigadir J) menangis sebelum tubuhnya tertembus peluru dalam tragedi berdarah di rumah dinas Irjen Pol Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022.
Rekaman Brigadir J menangis disimpan rapi pihak keluarga. Rekaman elektronik itu merupakan bukti bukti Brigadir J ketakutan lantaran adanya ancaman pembunuhan yang diterima.
Benarkan peristiwa ini, pihak pengacara keluarga membenarkan adanya curhat Brigadir J sebelum insiden yang menyebabkan dirinya tertembus peluru Bharada E.
Menanggapi peristiwa terbunuhnya Brigadir J, kriminolog dari Universitas Indonesia Kisnu Widagso meminta masyarakat untuk tidak berspekulasi terkait kejanggalan kematian Brigadir J.
BACA JUGA:Pameran Bonsai di Halaman GOR Singalodra Indramayu Diikuti Ratusan Peserta, Ada Bonsai dengan Harga 350 Juta
Sebaiknya publik menunggu Tim Khusus mengungkap puzzle atau teka-teki terkait kasus ini. “Idealnya, puzzle-nya ngumpul dulu baru kemudian bisa dijelaskan,” kata Kisnu dalam keterangan yang diterima.
Kuncinya, kata Kisnu, sebenarnya keterbukaan informasi. Menurut dia, untuk melengkapi sebuah puzzle, terdapat informasi yang bisa diperoleh dari berbagai sumber, salah satunya korban, saksi, dan bukti lainnya.
“Lalu digital evidence (bukti/jejak digital). Digital evidence apakah CCTV doang? CCTV di luar rumah itu kan hanya menentukan bahwa si A ada di situ,” jelasnya seperti dikutip Disway.id dari Antaranews.com.
Selain itu, Kisnu menyebut ponsel dari para yang diduga terlibat dalam kasus ini juga diperiksa oleh ahlinya.
BACA JUGA:Kekasih Kaesang Pangarep Seorang Model Cantik Erina Gudono, Ini Profilnya
Tindakan ini bertujuan untuk memeriksa call data record, pertukaran pesan, dan lainnya. Namun, kata dia, belum tentu langkah tersebut bisa memudahkan untuk memberikan penjelasan.
“Ya tentu saja belum, karena data itu hanya menunjukkan telah terjadi komunikasi antara jam sekian sampai jam sekian, kemudian tidak terjadi komunikasi lagi jam sekian,” ucapnya.
Di samping itu, Kisnu mengingatkan publik jangan beranggapan bahwa setiap orang yang meninggal dalam kasus kejahatan itu merupakan korban
“Luckenbill bilang, biasanya kekerasan itu ada trigger, ada yang memulai, ada yang melemparkan simbol, dan ada yang men-trigger munculnya simbol,” katanya.
BACA JUGA:Polsek Weru Berhasil Gagalkan Tawuran Pelajar di Plered, 34 Pelajar dari 8 SMK Diamankan
Tapi masalahnya, tutur Kisnu, sering seseorang yang memulai itu memunculkan definisi situasi yang baru.
Definisi situasi baru itulah menyebabkan audiens merespons, dan ketika mendapatkan respons, sosok yang memulai ini kemudian merespons balik.
Sampai pada satu titik, pertukaran simbol ini mencapai titik kritis. “Di situlah kemudian terjadi pembunuhan, kekerasan yang menyebabkan seseorang meninggal dunia,” katanya.
Artikel ini sudah tayang di Disway.id dengan judul:"Brigadir J Menangis Sebelum Tubuhnya Terkapar Tertembus Peluru"