
Mereka segera mengajukan banding, berharap hukuman berat tersebut bisa dibatalkan atau setidaknya dikurangi.
Dalam prosesnya, Komite Banding PSSI meninjau ulang rekaman pertandingan dan mempertimbangkan alasan di balik kekecewaan Yuran.
BACA JUGA:Dapatkan Suntikan Modal Usaha hingga Rp50 Juta, Cek Simulasi KUR Pegadaian Syariah 2025
Meski mengakui tidak menemukan pelanggaran signifikan dalam insiden gol yang dianulir, Komite Banding tetap menegaskan bahwa tindakan Yuran melanggar etika disiplin.
Namun memutuskan hukuman 12 bulan terlalu berat.
Akhirnya, sanksi larangan beraktivitas dipotong menjadi tiga bulan, sementara denda Rp 25 juta tetap harus dibayarkan.
Keputusan ini disambut lega oleh manajemen dan suporter PSM Makassar.
BACA JUGA:Pemdes Bulak Lor Bentuk Koperasi Desa Merah Putih
Manajer PSM, Muhammad Nur Fajrin, menegaskan bahwa sanksi tiga bulan tersebut tidak akan mengganggu persiapan tim untuk musim depan.
Pasalnya, masa hukuman dijalani di tengah jeda kompetisi, sehingga Yuran Fernandes bisa kembali membela Juku Eja setelah 9 Agustus 2025.
Selain itu, kontrak Yuran bersama PSM Makassar tetap berlaku dan tidak terpengaruh oleh keputusan Komite Banding.
Fajrin juga memastikan bahwa komunikasi dengan sang pemain sudah dilakukan, dan Yuran berkomitmen untuk tetap bersama tim.
Kasus ini menjadi pelajaran penting bagi seluruh insan sepak bola nasional terkait batasan dalam menyampaikan kritik di ruang publik.
Komite Banding PSSI menegaskan bahwa perangkat pertandingan tetap memiliki otoritas mutlak dalam mengambil keputusan di lapangan, dan tindakan mendiskreditkan mereka di muka umum tidak dapat dibenarkan.
Namun, di sisi lain, Komite Banding juga menunjukkan sikap bijak dengan mempertimbangkan konteks emosional dan menyesuaikan berat ringannya sanksi agar tetap proporsional.