
RADARINDRAMAYU.ID - Timnas Indonesia tengah menjadi sorotan media Jepang, terutama terkait kebijakan naturalisasi yang menjadi strategi utama dalam membentuk skuad kuat.
Media Soccer Digest Web secara khusus menyoroti perbedaan pendekatan antara Indonesia, China, dan Jepang dalam menghadapi putaran ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026.
Dalam artikelnya, media tersebut menekankan bahwa Jepang sudah lama meninggalkan praktik naturalisasi sebagai pondasi utama kekuatan timnas mereka.
Sebaliknya, Indonesia dan China justru masih sangat bergantung pada pemain naturalisasi. Kondisi ini dinilai membuat kedua negara belum menjadi lawan sepadan bagi Jepang, si Samurai Biru.
"Di sisi lain, selama Indonesia dan China masih mengandalkan pemain naturalisasi. Kecil kemungkinan mereka akan menjadi ancaman sebagai rival," tulis Soccer Digest Web dalam laporannya.
Program naturalisasi Indonesia memang sedang gencar dilakukan, dengan fokus utama pada pemain diaspora yang lahir atau bermain di Eropa.
Belanda menjadi negara penyumbang pemain terbanyak karena hubungan historis kolonial dengan Indonesia.
Strategi ini memang memberi warna baru pada skuad Merah Putih, namun media Jepang mempertanyakan efektivitas jangka panjangnya.
Sementara itu, China mengambil pendekatan berbeda. Mereka memilih merekrut pemain asing berkualitas yang sudah berkarier di Liga China, lalu menawarkan kewarganegaraan agar dapat memperkuat timnas.
Meski berbeda metode, baik Indonesia maupun China dinilai belum mampu menunjukkan bahwa mereka bisa menjadi pesaing serius Jepang.
Jepang sendiri bukan negara asing terhadap proses naturalisasi. Sejak 1965, mereka sudah melakukannya, dimulai dengan Nelson Yoshimura.
Bahkan pada dekade 1990-an, pemain asing di Liga Jepang sering kali diberi kewarganegaraan. Namun, kebijakan ini perlahan dihentikan sejak memasuki abad ke-21.
BACA JUGA:Bupati Lucky Dukung Program Gubernur Dedi Mulyadi Kirim Anak Nakal ke Barak Militer
Federasi Sepak Bola Jepang (JFA) memilih berinvestasi pada pembinaan pemain usia dini. Hasilnya, talenta muda lokal kini banyak berlaga di liga top Eropa.
Bagi Jepang, naturalisasi bukan lagi keharusan, karena mereka sudah bisa mengandalkan kekuatan pemain asli negeri sendiri.
"Di sisi lain, bahkan jika ada pemain yang datang ke Jepang dan ingin dinaturalisasi, aturan ketat FIFA menghalangi mereka untuk bergabung dengan tim nasional Jepang," lanjut Soccer Digest Web.
Pernyataan tersebut memperkuat sikap Jepang bahwa mereka ingin memprioritaskan pemain lokal.
BACA JUGA:Sertijab, Waka Polres Indramayu Resmi Dijabat Kompol Meilawaty
Mereka percaya bahwa keberhasilan tidak datang dari perekrutan instan, melainkan dari proses pembinaan jangka panjang.
Pernyataan tegas media Jepang ini tentu menjadi refleksi penting bagi Timnas Indonesia.
Meski kehadiran pemain naturalisasi seperti Sandy Walsh dan Rafael Struick memberi tambahan kekuatan, keberlanjutan prestasi harus bertumpu pada pembinaan dalam negeri.
Pertandingan terakhir Jepang di ronde ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026 akan mempertemukan mereka dengan Indonesia pada 10 Juni 2025.
BACA JUGA:Tertarik Ajukan KUR BRI 2025? Simak Simulasi Pinjaman BRI 100 Juta Lengkap dengan Cara Pengajuan
Pertemuan ini diprediksi menjadi ujian sesungguhnya bagi skuad Garuda, apakah mampu bersaing dengan negara besar yang mengandalkan kekuatan lokal.
Publik sepak bola Indonesia tentu berharap timnas bisa menjawab keraguan ini dengan performa di lapangan.
Namun, kritik dari media Jepang ini bisa menjadi motivasi sekaligus evaluasi bahwa pembangunan fondasi sepak bola tak bisa hanya bergantung pada pemain naturalisasi.
Apakah Timnas Indonesia akan menjawab kritik ini dengan peningkatan prestasi atau tetap bergantung pada jalur instan, waktu yang akan membuktikan.