
Kedua pemain tersebut, yang seharusnya menjadi penghubung antara lini pertahanan dan serangan, terlihat kesulitan untuk menutup jarak dan menjaga kestabilan permainan.
Jarak yang kerap terlalu jauh antara mereka dengan lini depan membuat Ole Romeny, pemain yang sering menjadi ujung tombak, harus berjuang sendiri ketika mencoba menutup celah atau mengambil alih peran kreatif.
Hal ini menimbulkan keraguan akan efektivitas sistem yang diterapkan, mengingat keseimbangan antara lini tengah dan lini depan sangat vital dalam menghadapi tim dengan reputasi serangan balik yang mematikan seperti Australia.
Di balik statistik penguasaan bola yang menggembirakan, strategi Kluivert menunjukkan risiko tinggi apabila eksekusinya belum disempurnakan.
Pertanyaan pun mulai mencuat mengenai apakah perubahan formasi dan pendekatan ofensif yang diusung telah mengabaikan kebutuhan untuk menjaga keseimbangan di sektor tengah lapangan.
Sementara penguasaan bola adalah aspek penting dalam mengontrol permainan, ketidakseimbangan antara pertahanan dan serangan dapat dimanfaatkan oleh lawan yang memiliki kekuatan fisik dan kecepatan tinggi.
Patrick Kluivert harus mempertimbangkan kembali antara agresivitas menyerang dan kebutuhan akan pertahanan yang solid agar formasi 4-3-3 dapat bekerja optimal.
Kemenangan di lapangan tidak hanya ditentukan oleh penguasaan bola, tetapi juga oleh kemampuan untuk menjaga kestabilan permainan dan menanggulangi serangan balik dari lawan.
BACA JUGA:Update Harga Emas Maret 2025! Cek Harga Terbaru Antam, UBS, dan Galeri24 di Sini!
Kekalahan 1-5 melawan Australia menjadi pelajaran penting bagi Timnas Indonesia dalam merancang strategi yang lebih matang ke depannya.