Mereka mengimbau para pengalap tawur agar tidak turun ke badan jalan. Namun meski sudah berulangkali diperingatkan, warga tetap kembali ke jalanan.
Bahkan baru-baru ini, seorang pengendara terjatuh dari sepeda motor karena menyenggol pengalap tawur. Pasalnya, mereka tidak lagi berjejer di pinggir jalan. Tetapi sudah menguasai separuh dari badan jalan.
Keberadaan pengalap tawur ini, disinyalir sudah ada sejak tahun 1970-an.
Waktu itu, terjadi kecelakaan pilu yang menimpa rombongan transmigrasi dari Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah (Jateng).
BACA JUGA:Jer Basuki Maw Beya, Monumen Pionir Transmigrasi di Indramayu yang Jadi Kisah di Balik Jembatan Sewo
Kecelakaan itu, disebutkan terjadi pada 11, Maret 1974 ketika rombongan transmigran sedang dalam perjalanan ke Sumatera Selatan.
Saat melintas di Jembatan Sewo, tiba-tiba bus terperosok masuk ke dalam sungai. Tidak lama kemudian muncul percikan api dan terbakar.
Sebanyak 67 orang penumpang meninggal dunia dan hanya 3 orang saja yang selamat yakni anak-anak. Ada juga yang menyebut, hanya 1 bayi selamat dari kecelakaan maut itu.
Pasca kecelakaan, setiap warga dari Boyolali yang melintas mereka membuang koin sebagai bentuk penghormatan.
BACA JUGA:Monitoring Obyek Wisata Pastikan Keselamatan Wisatawan Terjamin
Kebiasaan itu lantas diikuti oleh sopir truk, bus, pengendara sepeda motor maupun mobil pribadi dengan harapan mendapatkan selamat saat perjalanan.
Soal mitos dan kisah di Jembatan Sewo, warga setempat lainnya, Sadim menyebut, kecelakaan tersebut bukan pemicunya.
Menurut dia, ada keyakinan berkembang di masyarakat sekitar dan pengendara bahwa di Jembatan Sewo ada kerajaan jin.
Cerita ini, sudah lama disampaikan secara turun temurun. Bahkan sejak zaman kakek dan neneknya muda.
BACA JUGA:Jelang Lebaran Idul Fitri, Terjadi Tawuran Antar Pemuda di Desa Sambeng
"Dulu di sini jembatan masih sempit dan jelek. Nah oleh warga, jembatan ini dikenal angker," katanya.