Kegiatan Diskusi Daring bertajuk Gelagat Presiden Jokowi di Pilpres 2024: Netral atau Tuna Netral? digelar Forum Intelektual Muda dengan menghadirkan Aktivis YLBHI Patra M Zen, Pendiri OM Institute Okky Madasari, CEO Founder Youth Society Bryan Pasek Mahararta dan Pengamat Politik Prof Ikrar Nusa Bhakti sebagai narasumber. Kegiatan ini juga diikuti puluhan mahasiswa dan pemuda dari berbagai daerah.
Co Founder Forum Intelektual Muda Muhammad Sutisna mengatakan, diskusi ini merupakan upaya membangun kesadaran kelompok intelektual terhadap sikap kesewenang-wenangan Jokowi dan upaya pelemahan demokrasi.
Dia melihat bahwa Jokowi lebih mementingkan keluarga pribadinya ketimbang membangun bangsa dan negara. “Ini yang menjadi perhatian kita bersama,” ucapnya.
Sementara itu, Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud menilai pernyataan Presiden Jokowi abai etika. Masyarakat akan beranggapan bahwa Jokowi sedang melakukan praktik nepotisme. Itu lantaran salah satu paslon di Pilpres 2024 merupakan anak kandungnya.
“Tentunya ada semacam etika dan anggapan masyarakat tentang nepotisme dan lain-lain akan semakin kental. Apalagi presiden mengkampanyekan salah satu paslon yang kebetulan di situ ada putra kandungnya,” kata Juru Bicara TPN Ganjar-Mahfud, Chico Hakim kepada wartawan di Jakarta pada Rabu 24 Januari 2024.
BACA JUGA:Semarakkan Bulutangkis, Daihatsu Ajak Komunitas Berkompetisi Lewat Turnamen Bulutangkis Antar Klub
Meskipun, kata Chico, jika dari perspektif hukum tidak ada UU yang dilanggar oleh Jokowi selaku kepala negara apabila memihak dan tak menggunakan fasilitas negara. “Memang secara undang-undang diperbolehkan. Contoh apabila dia seorang incumbent dan juga dia mencalonkan diri kembali. Artinya dia mengkampanyekan diri dia sendiri. Artinya apa yang disampaikan Pak Jokowi tidak salah secara UU,” jelasnya.
Namun demikian, kata Chico, secara etika tidak dapat dibenarkan. Dan masyarakat akan beranggapan Jokowi sangat nepotis. “Tapi tentunya ada semacam etika dan anggapan masyarakat tentang nepotisme,” pungkasnya.
Timnas pemenangan Anies-Muhaimin (Timnas Amin) juga merespons pernyataan Jokowi, di mana apa yang diutarakan Kepala Negara dipandang sebagai sikap yang keliru.
Menurut Juru Bicara Timnas Amin, Andi Sinulingga, sebagai seorang presiden, Jokowi seharusnya bisa berlaku adil dan tidak memihak terkait pelaksanaan Pilpres 2024, meskipun anaknya Gibran Rakabuming Raka saat ini menjadi calon wakil presiden (cawapres) mendampingi Prabowo Subianto.
“Harus bisa membedakan dan memisahkan, kapan Pak Jokowi itu sebagai Kepala Negara yang harus berlaku adil pada semua dan kapan dia sebagai kepala keluarga yang harus berpihak pada anaknya," tegas Andi kepada RMOL (Radar Cirebon Group).
BACA JUGA:Viral! Video Asusila di Dalam Mobil Tersebar Gara-Gara Kepergok Pelajar
Menurut aktivis Kolaborasi Warga Jakarta ini, sikap cawe-cawe Jokowi ini bertentangan dengan imbauan netralitas yang selama ini digaungkan. “Apakah perilaku tak pantas ini yang dimaksud Pak Jokowi sebagai bentuk nyata dari program revolusi mental?" tanya Andi Sinulingga.
DIMINTA RALAT UCAPAN
Presiden Joko Widodo didesak meralat ucapannya soal kepala negara dan pemerintahan boleh berpihak dalam Pilpres 2024, asal tidak menggunakan fasilitas negara.
Desakan itu disampaikan Direktur Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Agustyati.
Dia khawatir pernyataan itu dijadikan pembenaran bagi Jokowi, menterinya, bahkan seluruh pejabat negara untuk aktif berkampanye dan menunjukkan keberpihakan. “Apalagi Presiden Jokowi jelas punya konflik kepentingan langsung dengan pemenangan Pemilu 2024," ujar Khoirunnisa.
BACA JUGA:Tahun 2023 Mazda Indonesia Bukukan Penjualan Atas 5.320 Unit, Kenaikan Significant Hingga 100 Persen
Konflik kepentingan itu, dikatakan Khoirunnisa, tidak lain karena anak kandungnya, Gibran Rakabuming Raka adalah calon wakil presiden nomor urut 2, mendampingi Prabowo Subianto. Ditekankan Khoirunnisa, netralitas aparatur negara merupakan kunci penting mewujudkan penyelenggaraan pemilu yang jujur, adil, dan demokratis.
Dia juga menyebut pernyataan Jokowi merujuk pada Pasal 281 ayat (1) UU 7/2017 yang menyatakan kampanye yang mengikutsertakan presiden hingga menteri diperbolehkan asal tidak menggunakan fasilitas negara.
Dia juga menekankan Pasal 282 yang menyatakan pejabat negara tidak boleh buat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu selama masa kampanye.