CIREBON, RADARINDRAMAYU.ID – Kota Cirebon dikenal sebagai Kota Wali. Rasa toleransi di kota ini ternyata masih cukup tinggi. Setidaknya ini tercermin di Kampung Merbabu Asih Kelurahan Larangan Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon, Jawa Barat.
Suasana lingkungan di kampung ini sangat asri. Hampir di setiap rumah selalu ada tanaman yang menghijaukan lingkungan. Sejumlah pohon besar di sekitar ikut menambah sejuknya alam.
Menariknya, kampung ini memiliki tempat ibadah yang lengkap. Lokasinya juga saling berdekatan. Bahkan ada yang bersebelahan. Tapi tidak pernah ada gesekan. Hidup rukun dan damai.
Ada masjid, dan di belakangnya berdiri gereja. Lalu di sebelah gereja berdiri pura yang cukup megah. Sekitar 50 meter dari tempat itu ada vihara. Itulah sebabnya, Merbabu Asih disebut sebagai Kampung Keberagaman.
BACA JUGA:Persib Bandung Melesat ke 3 Besar Klasemen, Usai Bantai Persita 5-0
BACA JUGA:Emak-emak Segel Tempat Kost, Diduga Jadi Tempat Prostitusi
Kampung ini juga masuk Kampung Proklim (Kampung Program Iklim). Tak heran kalau kampung ini juga bebas banjir. Jalan-jalan setapak dibangun menggunakan paving block, dengan dilengkapi biopori sebagai resapan air.
Mengelilingi Kampung Merbabu Asih, Kamis 28 September 2023, sangatlah asyik. Singgah di sebuah rumah yang dijadikan sebagai sekretariat pusat kegiatan Proklim Lestari, di RW 08 Merbabu Asih, suasana damai sangat terasa.
Sejumlah ibu rumah tangga terlihat asyik membatik. Ada yang sudah lanjut usia, ada yang setengah baya. Ada yang berhijab, ada yang tidak. Berbeda agama dan keyakinan, namun tetap kompak.
Batik yang dibuat oleh ibu-ibu di tempat ini ternyata berbeda dengan batik di tempat lainnya. Mereka tidak menggunakan api dan lilin saat membatik, tapi menggunakan lem yang diracik khusus. Lebih praktis dan lebih ramah lingkungan katanya.
Salah seorang ibu rumah tangga, Sri Sulastri (57), terlihat sibuk menyalin gambar desain batik, dari kertas karton ke kertas kalkir, menggunakan spidol Snowman hitam. Sementara di sudut lain, ibu Umi (70) asyik dengan goresan warna-warni di atas selembar kain.
Berbeda dengan motif batik pada umumnya, motif batik yang diciptakan ibu-ibu ini mengambil tema tentang lingkungan. Sesuai tempat tinggal mereka di Kampung Proklim. Batik ini pun kemudian lebih dikenal dengan “Batik Proklim”.
Ada motif batik dengan gambar aktivitas orang di tengah lingkungan rumah. Orang menanam pohon, menyirami tanaman. Ada orang tengah membuang sampah, membersihkan lingkungan, dan aktivitas lingkungan lainnya. Tema batiknya benar-benar bercerita. Cerita tentang lingkungan.
Bagi Sri Sulastri dan ibu-ibu lainnya, kegiataan membatik ini ternyata sangat menarik. Bahkan mereka seperti sudah kecanduan untuk membatik. Membatik menjadi kegiatan yang sangat menarik, menghibur, untuk mengisi hari tuanya.
Ade Supriyadi, selaku mentor pembuatan batik mengaku kagum dengan Batik Proklim karya ibu-ibu di Kampung Keberagaman. Batik hasil karya ibu-ibu dengan tema lingkungan itu ternyata sangat bagus dan menarik.
“Batik itu bahkan sudah ada yang beli, ketika dipajang di tempat dislpay, padahal saat itu belum dikasih warna. Jadi potensinya sangat besar untuk bisa berkembang,” ujar Ade.
Bukan hanya batik. Di Kampung Merbabu Asih ini, ibu-ibu juga memiliki kegiatan lain seperti berkebun atau Urban Farming.
Di atas lahan seluas sekitar 4x5 meter, mereka menanam aneka macam sayuran. Ada pakcoy, kangkung, cabe, tomat dan yang lainnya. Mereka berkebun dengan sistem hidroponik. Hasil panen mereka jual ke pedagang sayur di pasar.
BACA JUGA:Nikmati Sensasi Pindang Gombyang Kepala Ikan Manyung di Rumah Makan Panorama Indramayu
Kondusifitas yang tetap terjaga dan toleransi yang tinggi di Kampung Keberagaman ini tentu tidak terlepas berkat peran Ketua RW 08 Kampung Merbabu Asih, Agus Supriono. Agus mampu menjaga dan merawat toleransi di lingkungannya melalui berbagai kegiatan positif yang mendukung kelestarian lingkungan.
Dengan mengumpulkan seluruh tokoh agama yang ada di lingkungannya, Islam, Kristen, Hindu dan Budha, serta tokoh masyarakat, mereka sepakat melakukan adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim. Itu sudah dilakukan sejak lama.
Agus mengakui tidak mudah menyatukan masyarakat yang heterogen. Tak semudah membalikan telapak tangan. Namun dengan prinsip Smart NKRI Smart Environment, Agus mengajak warganya untuk bisa menjadi penyejuk lingkungan. Cerdas watak, cerdas lingkungan.
Prinsipnya, dengan bersama-sama berbuat saleh terhadap lingkungan. Insya Allah tidak ada radikalisme. Begitu kata Agus Supriono.
Hingga saat ini keberagaman di Kampung Merbabu Asih masih terjaga. Toleransi masih terawat. Aktivitas lingkungan masih terus dilakukan bersama. Mulai dari melakukan pemilahan sampah, aktivitas bank sampah, pembuatan kerajinan daur ulang, urban farming, hingga pembuatan batik dengan tema lingkungan.
Sebagai Kampung Proklim (Program Kampung Iklim), Merbabu Asih saat ini telah memanfaatkan Energi Terbarukan dalam kegiatan perekonomian dan lingkungan warga sekitar.
Kehadiran instalasi energi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), yang merupakan bagian dari program Desa Energi Berdikari (DEB) PT Pertamina (Persero), melalui Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ) sangatlah tepat.
Kehadiran panel surya ini telah mendukung beragam kegiatan perekonomian masyarakat Kampung Keberagaman. Mulai dari kegiatan membatik, pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), budidaya hidroponik, pembuatan biopori dan zona oksigen, serta bank sampah.
BACA JUGA:Ulama Jawa Barat Dukung Ridwan Kamil Menjadi Cawapres
Pak RW Agus Supriono mengaku sangat terbantu sekali, dengan adanya instalasi PLTS dari Pertamina. Karena tidak perlu lagi memikirkan tagihan listrik PLN setiap bulan, yang kerap bikin pusing.
Head Communication, Relation, & CID Zona 5 PHE ONWJ Subholding Upstream Pertamina Regional Jawa, R Ery Ridwan mengatakan, manfaat yang dirasakan ini sejalan dengan komitmen Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) perusahaan.
Ery mengungkapkan, Kampung Keberagaman Merbabu Asih memiliki potensi besar yang dapat dikembangkan, khususnya dari hal kebutuhan energi. Pemasangan panel surya ini dilakukan, selain untuk memenuhi kebutuhan energi, juga dapat terus mempercepat transisi energi terbarukan. Hal ini diharapkan akan menciptakan kemandirian energi dan ekonomi masyarakat sekitar.
Pembangkit listrik tenaga surya ini memiliki kapasitas 3,72 kWp yang memiliki baterai lithium sebesar 5 kWh. Mampu mengurangi emisi karbon dioksida (CO2) sebesar 4.800 kgCO2eq/tahun. Energi terbarukan ini juga mampu menghemat sebanyak Rp 7,8 Juta per tahun untuk biaya listrik masyarakat lokal.
BACA JUGA:Rumah Ludes Terbakar di Kandanghaur Indramayu, 6 Penghuni Lolos dari Maut
Keberhasilan Kampung Merbabu Asih dalam menjaga toleransi dan merawat kelestarian lingkungan, membuat tempat ini menjadi percontohan daerah lain. Mereka datang untuk belajar tentang penataan lingkungan. Ada yang berasal dari Amerika, Australia, serta dari berbagai daerah di Indonesia.
Sejumlah mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia, juga datang untuk melakukan penelitian maupun study banding. Membuat skripsi maupun tesis terkait pengelolaan lingkungan.
Kampung Merbabu Asih kini telah mendapatkan pengakuan dari pemerintah sebagai Kampung Wisata Edukasi Lingkungan. (utoyo prie achdi)