BANDUNG, RADARINDRAMAYU.ID ---Di banyak tempat di Indonesia, kesetaraan gender masih menjadi masalah yang belum terselesaikan. Karenanya, peningkatan pendidikan masyarakat harus ditingkatkan karena menjadi kunci utama dalam mencapai kesetaraan gender.
"Setiap anak, baik laki-laki maupun perempuan, harus memiliki akses yang sama terhadap pendidikan berkualitas," ujar Deputi Bidang Pengendalian Penduduk, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Dr. Bonivasius Prasetya Ichtiarto, S.Si, M.Eng, pada peringatan Hari Kependudukan Dunia tahun 2023, Kamis (20/7/2023).
Peringatan Hari Kependudukan Dunia Tahun 2023, Kamis (21/7/2023), dipusatkan di Lapangan Karangampel, Desa Benda, Kecamatan Karangampel, Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat.
Peringatan yang mengambil tema lokal "Dengarkan Aspirasi Perempuan & Anak Perempuan" ini bertempat di Lapangan Sepak Bola Karangampel, Desa Benda, Kecamatan Karangampel, Kabupaten Indramayu (Jawa Barat). Lokus kegiatan ini berada di sekitar Kampung Keluarga Berkualitas (Kampung KB) yang menjadi ajang peninjauan peserta diakhir acara.
BACA JUGA:Batal Demo, Perwakilan Asri Pilih Melakukan Audiensi dengan Polres Indramayu
BACA JUGA:Jadwal BRI Liga 1 2023/2024 Pekan ke-4 : Tantangan Berat Persib Hadapi PSM
Bonivasius mengatakan meskipun akses ke pendidikan dasar telah meningkat di Indonesia, masih saja terdapat perbedaan yang signifikan antara anak laki-laki dan perempuan dalam partisipasi dan kesempatan belajar.
Berdasarkan data Susenas Maret 2022 BPS, rata-rata lama sekolah penduduk perempuan 15 tahun ke atas lebih rendah dibanding laki-laki, yakni 8,87 tahun berbanding 9,28 tahun.
Data tersebut menunjukkan perempuan masih menghadapi tantangan seperti pernikahan dini, penghapusan sekolah, dan stereotipe gender yang menghambat mereka untuk meraih pendidikan yang setara dengan laki-laki.
Buruknya komunikasi antara orang tua dengan anak, termasuk anak perempuan, menurut Bonivasius, menjadi salah satu halangan yang menyebabkan terjadi kehamilan sebelum menikah atau perkawinan anak.
BACA JUGA:Satpol PP Kembali Tutup Usaha Penggergajian Kayu Milik Syekh Panji Gumilang, Diduga Tak Berizin
BACA JUGA:Rumah Makan Bandar Angkring Bakal Hadir di Cirebon
Karena itu, dia berharap kepada remaja yang tergabung dalam Generasi Berencana (GenRe) agar bisa menjadi teman sebaya yang mampu mencarikan solusi positif bagi rekan-rekannya yang bermasalah, termasuk rekan perempuan. Sehingga mereka dapat bangkit dan merasa tidak terpinggirkan.
"Untuk mencapai kesetaraan gender sejati, penting bagi kita untuk memberikan kesempatan yang sama bagi semua anak, tanpa memandang jenis kelamin mereka, sehingga mereka dapat berkontribusi secara penuh dalam pembangunan negara," tutur Bonivasius.
Kesehatan juga menjadi aspek penting dalam mencapai kesetaraan gender. Pasalnya, perempuan sering menghadapi tantangan kesehatan yang unik, seperti kehamilan, persalinan, dan risiko penyakit tertentu.
Sayangnya, masih terdapat kesenjangan dalam akses terhadap layanan kesehatan yang memadai bagi perempuan, terutama di daerah pedesaan. Berdasarkan data Statistik Kesejahteraan Rakyat BPS Tahun 2022, perempuan pernah kawin usia 15-49 tahun yang proses melahirkan terakhirnya di fasilitas kesehatan di perkotaan sebesar 93,76%, sementara di perdesaan sebesar 85,51%.
BACA JUGA:TNI AL Jadi Mitra Potensial BKKBN dalam Kolaborasi Percepatan Penurunan Stunting
BACA JUGA:Pemkab Indramayu Suarakan Peran Penting Perempuan dan Kesetaraan Gender di Hari Kependudukan Dunia 2023
Data di atas menunjukkan adanya ketidaksetaraan akses terhadap layanan kesehatan reproduksi antara wilayah perkotaan dan pedesaan di Indonesia. Ketidaksetaraan ini juga meningkatkan kerentanan perempuan dan anak perempuan terhadap praktik-praktik berbahaya dan kematian ibu yang sesungguhnya dapat dicegah.
"Diperlukan upaya yang lebih besar untuk memastikan bahwa perempuan memiliki akses yang setara terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas," kata Bonivasius.
Menurut Bonivasius, kesetaraan gender bukanlah sekedar isu perempuan, tetapi merupakan tanggung jawab seluruh masyarakat. Dia meyakini, melalui kerja sama yang kokoh antara pemerintah, lembaga pendidikan, sektor swasta, dan masyarakat sipil, Indonesia dapat mewujudkan kesetaraan gender yang adil.
"BKKBN bersama UNFPA berusaha mendorong akses dan peluang yang lebih setara bagi perempuan dan anak perempuan untuk memperkuat hak, pilihan, dan kemampuan mereka dalam membuat keputusan tentang kesehatan dan kehidupan seksual dan reproduksinya, serta meningkatkan kesadaran publik tentang ketidaksetaraan gender dan dampak buruknya terhadap perempuan dan anak perempuan," tandas Bonivasius.
BACA JUGA:Redam Jejak Karbon, Bank Mandiri Terbitkan Kartu Debit dan E-money Plastik Daur Ulang Pertama di Indonesia
Penegasan itu dikemukakan Bonivasius dengan mengambil potret perempuan di Indramayu yang masih menghadapi tantangan dalam mengakses pendidikan dan pelatihan yang berkualitas.
Berdasarkan informasi yang diterima Bonivasius, masih banyak perempuan Indramayu yang bekerja sebagai pekerja migran, terutama ke negara-negara seperti Malaysia, Taiwan, dan Arab Saudi.
Migrasi pekerja wanita ini seringkali berhubungan dengan sektor pekerjaan domestik atau pekerjaan di sektor informal. Mereka dapat menghadapi risiko eksploitasi, pelecehan, dan kekerasan, serta kurangnya perlindungan hukum yang memadai.
Ketidaksetaraan gender juga masih menjadi masalah di Indramayu. Perempuan sering menghadapi penggajian yang tidak setara dengan laki-laki, kesempatan promosi yang terbatas, dan perlakuan yang tidak adil di tempat kerja.
Stereotip gender dan harapan tradisional juga dapat membatasi perempuan dalam memilih pekerjaan atau mengejar karir yang diinginkan.
BACA JUGA:Yuk Naik Kereta Api Layanan Rombongan. Lebih Mudah Lho..!
Kasus perkawinan anak di Kabupaten Indramayu juga tinggi. Kasus itu berawal dari kemiskinan dan memicu perceraian, kekerasan dalam rumah tangga, hingga stunting.
Berdasarkan data SSGI tahun 2022, prevalensi stunting di Indramayu tercatat 21,10 persen. Stunting adalah kondisi kurang gizi kronis sejak bayi dalam kandungan yang berakibat terganggunya tumbuh kembang anak.
Untuk mengatasi seluruh permasalahan tersebut, Bonivasius mengatakan diperlukan regulasi dan upaya kolaboratif serta berkelanjutan dari berbagai pihak. Termasuk pemerintah, masyarakat, sektor swasta, dan lembaga sosial, serta memastikan perlindungan dan pemenuhan hak-hak perempuan dan anak perempuan.
Kata Bonivasius, isu atau masalah kependudukan, termasuk isu kesetaraan gender, memerlukan penanganan yang komprehensif dan berkesinambungan. Oleh karena itu dibutuhkan alat bantu yang dapat memantik kepedulian pemerintah, termasuk pemerintah daerah, untuk dapat menemukan solusi atas dinamika dan permasalahan kependudukan secara dini.
BACA JUGA:Mantap! Stunting di Provinsi Bengkulu Alami Penurunan
Terobosan pun dilakukan Kedeputian Bidang Pengendalian Penduduk BKKBN melalui Direktorat Analisis Dampak Kependudukan. Direktorat ini telah mengembangkan model alat bantu berupa Sistem Informasi Peringatan Dini Pengendalian Penduduk atau Siperindu. Sistem ini bertujuan mengukur tingkat kerentanan dampak kependudukan.
Kepada wartawan, Bonivasius mengatakan Siperindu dapat menjadi rujukan data utama Perencanaan Kependudukan yang terupdate, serta sumber data untuk penyusunan lima pilar Grand Design Pembangunan Kependudukan (GDPK).
Melalui Siperindu - yang data dasarnya diambil dari sejumlah sumber di antaranya Pendataan Keluarga BKKBN dan Badan Pusat Statistik (BPS) - pemerintah dapat mengetahui status kewaspadaan situasi kependudukan sampai level kabupaten/kota. "Sekaligus Siperindu menjadi raport bagi pemerintah daerah," ujar Bonivasius.
Diskriminasi Gender
Sementara Kepala Perwakilan UNFPA Indonesia, Anjali Sen, mengatakan saat ini empat miliar perempuan dan anak perempuan, atau separuh dari penduduk dunia, menghadapi diskriminasi hanya karena gender mereka.
BACA JUGA:Siswi SD Kelas 2 di Kuningan Diduga Jadi Korban Perundungan
Lebih dari 40 persen perempuan di seluruh dunia tidak dapat menggunakan hak mereka untuk mengambil keputusan yang mendasar sendiri seperti apa mereka ingin memiliki anak atau tidak. "Solusinya jelas, kita perlu mewujudkan kesetaraan gender," ujar Anjali Sen.
Menurut Anjali Sen, dunia perlu memperluas akses hak-hak dan kesehatan seksual dan reproduksi serta pendidikan. "Kita perlu mengembangkan kebijakan yang mengedepankan hak asasi manusia, dan norma-norma yang adil di tempat kerja dan di rumah. Sehingga kita dapat membangun keluarga yang lebih sehat, ekonomi yang lebih kuat, dan masyarakat yang tangguh," jelas Anjali Sen.
Di negara di mana pertumbuhan penduduknya melambat atau meningkat, kata Anjali, pemberdayaan perempuan melalui pendidikan dan keluarga berencana dapat meningkatkan sumberdaya manusia dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif.
"Ketika kita membuka potensi penuh perempuan dan anak perempuan - mendorong dan memupuk keinginan mereka atas kehidupan,keluarga, dan karier mereka–kita membangkitkan kepemimpinan, ide, inovasi, dan kreativitas mereka untuk masyarakat yang lebih baik," ujar Anjali Sen.
BACA JUGA:Siswi SD Kelas 2 di Kuningan Diduga Jadi Korban Perundungan
Peringatan Hari Kependudukan Dunia tahun ini diisi dengan pemutaran film berjudul "Telur Setengah Matang". Film berdurasi 16 menit ini mengisahkan tentang terampasnya hak-hak perempuan ketika mereka hamil di usia anak.
Digelar juga sesi dialog dengan menghadirkan pembicara Opik Hidayat, Plt. Kepala Dinas Kependudukan, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Indramayu; Wiwin Winarni Pamungkas, Direktur Eksekutif Indokompeten; Putu Ayu Saraswati, Champion/Duta UNFPA/Putri Indonesia/Duta Lingkungan Hidup tahun 2020. n