Penayangan Program Xpose Uncensored Trans7 sebagai Teror Sosial terhadap Kyai, Pondok Pesantren, dan NU
Supendi Samian Ketua STIDKI NU Indramayu -ist-radarindramayu
Oleh : Supendi Samian
Ketua STIDKI NU Indramayu
Pondok pesantren di Indonesia bukan sekadar lembaga pendidikan agama; ia merupakan institusi sosial, budaya, dan spiritual yang telah memainkan peran penting jauh sebelum berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pesantren melahirkan generasi ulama, cendekiawan, dan pemimpin masyarakat yang tidak hanya menguasai ilmu agama, tetapi juga berperan aktif dalam membangun nilai-nilai sosial, membina budaya lokal, dan menumbuhkan rasa cinta tanah air. Para kyai sebagai pengasuh pesantren menjadi panutan moral sekaligus penggerak kemajuan masyarakat, membimbing santri dan masyarakat menuju kesejahteraan dan persatuan.
Sejarah mencatat bahwa pesantren telah menjadi benteng moral dan peradaban bangsa. Sebelum Indonesia merdeka, pesantren dan kyai berperan besar dalam membangun kesadaran sosial, mempertahankan nilai-nilai kebaikan, dan mempersiapkan masyarakat untuk menyongsong kemerdekaan. Pesantren juga menjadi pusat tradisi intelektual dan spiritualitas yang membentuk karakter santri menjadi pribadi berakhlak, berpengetahuan, dan bertanggung jawab terhadap bangsa.
BACA JUGA:DANA Kaget Hari Ini, Kamis 16 Oktober 2025: Klaim Segera, Saldo Ratusan Ribu Siap Dibagikan!
Namun, dinamika modern menunjukkan bahwa pesantren dan kyai tidak selalu mendapat penghormatan yang layak dari media massa. Dalam konteks ini, penayangan program Xpose Uncensored di Trans7 pada 13 Oktober 2025 menjadi contoh nyata bagaimana media dapat menggunakan framing negatif terhadap pesantren.
Tayangan yang menyoroti kehidupan santri Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, menampilkan narasi yang merendahkan martabat kyai, menyinggung tradisi pesantren, dan secara implisit menempatkan NU sebagai lembaga yang ketinggalan zaman.
Fenomena ini bisa dikategorikan sebagai teror sosial. Teror sosial bukan kekerasan fisik, melainkan bentuk tekanan psikologis dan simbolik yang menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap institusi tertentu.
Dengan menampilkan pesantren dalam framing negatif, media secara halus berupaya mereduksi peran sosial, budaya, dan spiritual pesantren serta mengikis kepercayaan masyarakat terhadap kyai dan NU. Jika dibiarkan, teror sosial semacam ini berpotensi merusak fondasi moral, sosial, dan budaya bangsa.
BACA JUGA:Auto Cuan! Ini Cara Dapat Dana Kaget Rp100 Ribu dari Link Resmi Hari Ini!
Analisis: Penayangan Trans7 sebagai Teror Sosial
1.Reduksi Peran Sosial Pesantren
Pesantren selama ini berfungsi sebagai pusat pendidikan, pembinaan karakter, dan pengembangan budaya lokal. Tayangan yang menampilkan pesantren secara negatif berpotensi mereduksi peran strategis ini di mata publik. Masyarakat dapat menilai pesantren sebagai institusi konservatif atau tertutup, sehingga kehilangan kepercayaan terhadap kontribusi sosial pesantren.
2.Pelecehan Martabat Kyai
Para kyai adalah panutan moral dan spiritual. Framing negatif terhadap kyai di media tidak hanya menyerang pribadi mereka, tetapi juga melemahkan otoritas moral dan sosial yang selama ini dijaga oleh pesantren dan NU. Hal ini termasuk bentuk teror simbolik, karena menciptakan ketakutan dan keraguan masyarakat terhadap legitimasi kyai.
3.Ancaman terhadap NU
NU lahir dari rahim pesantren dan memiliki peran strategis dalam menjaga moderasi beragama, toleransi, dan persatuan bangsa. Tayangan yang menstigma pesantren dan kyai dapat mengikis pengaruh NU dalam masyarakat, melemahkan posisi organisasi sebagai penjaga moral, sosial, dan kebangsaan.
4.Mengikis Identitas Budaya dan Peradaban
Pesantren adalah pusat kebudayaan, tradisi, dan spiritualitas Nusantara. Teror sosial melalui media, jika dibiarkan, berpotensi menggerus identitas budaya bangsa dan melemahkan fondasi peradaban yang dibangun sejak ratusan tahun oleh kyai dan santri.
BACA JUGA:Cuma Klik dari HP! Begini Cara Pengajuan KUR BSI Online, Langsung Cair!
Penayangan program Xpose Uncensored di Trans7 yang menyoroti kehidupan santri Pondok Pesantren Lirboyo dengan framing negatif bukan sekadar hiburan atau liputan ringan. Tayangan tersebut adalah bentuk teror sosial yang menekan citra kyai, pesantren, dan NU di mata publik.
Teror sosial ini bekerja melalui konstruksi narasi yang merendahkan martabat pesantren, menimbulkan persepsi negatif terhadap kehidupan santri, dan secara halus mengikis legitimasi kyai sebagai panutan moral dan spiritual masyarakat.
Dampak framing negatif ini tidak terbatas pada persepsi publik; ia juga menimbulkan konsekuensi jangka panjang terhadap peran historis dan sosial pesantren. Pesantren membentuk karakter generasi bangsa, menanamkan nilai kebangsaan, moralitas, dan akhlak. Mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap pesantren berarti melemahkan salah satu pilar penting pembangunan peradaban Indonesia.
NU, sebagai organisasi yang lahir dari pesantren, memiliki peran strategis dalam menjaga moderasi beragama, toleransi, dan kesatuan bangsa. Penayangan yang menstigma pesantren dan kyai berpotensi mengancam posisi NU sebagai penjaga keseimbangan sosial dan moral masyarakat. Teror sosial melalui media bukan sekadar masalah persepsi, tetapi juga ancaman terhadap identitas dan keberlanjutan budaya bangsa.
BACA JUGA:KUR BSI 2025 Bikin UMKM Naik Kelas! Pinjaman Rp100 Juta Cair Cepat!
Oleh karena itu, penting bagi masyarakat, media, dan pemangku kepentingan untuk bersikap kritis terhadap tayangan semacam ini. Menghormati pesantren, kyai, dan NU bukan hanya soal menjaga kehormatan institusi, tetapi juga melindungi fondasi sosial, budaya, dan spiritual bangsa.
Pesantren dan kyai telah membangun Indonesia jauh sebelum negara ini lahir; menjaga martabat mereka berarti menjaga kelangsungan peradaban, moralitas, dan nilai-nilai kebangsaan bagi generasi mendatang.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:

